Secara lahiriah, kesenian wayang merupakan hiburan yang mengasyikkan baik ditinjau dari segi wujud maupun seni pakelirannya. Namun demikian dibalik apa yang tersurat ini terkandung nilai adiluhung sebagai santapan rohani secara tersirat.
Peranan seni dalam pewayangan merupakan unsur dominan. Akan tetapi bilamana dikaji secara mendalam dapat ditelusuri nilai-nilai edukatif yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambang. Oleh karena itu sampai dimana seseorang dapat melihat nilai- nilai tersebut tergantung dari kemampuan menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam pewayangan. Dalam lakon-lakon tertentu misalnya baik yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabarata sebenarnya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Bagaimana peranan Kesenian Wayang sebagai sarana penunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa, rasanya perlu mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia. Sifat local genius yang dimiliki bangsa Indonesia, maka secara sempurna terjadi pembauran kebudayaan asing, sehingga tidak terasa sifat asingnya.
Berbicara kesenian wayang dalam hubungannya dengan Pendidikan Kepribadian Bangsa tidak dapat lepas dari pada tinjauan kesenian wayang itu sendiri dengan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan ciri khusus yang dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Pancasila adalah norma yang mengatur tingkah laku dan perikehidupan bangsa. Menurut TAP MPR - Rl No. II/ MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ; disitu ditandaskan bahwa untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. perlu menetapkan Ketetapan yang mengatur Garis- Garis Besar Haluan Negara yang didasarkan atas aspirasi dan Kepribadian Bangsa demi penghayatan dan pengamalan kehidupan kenegaraan yang demokratis - konstitusional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pengertian Kepribadian Bangsa adalah suatu ciri khusus yang konsisten dari bangsa Indonesia yang dapat memberikan identitas khusus, sehingga secara jelas dapat dibedakan dengan bangsa lain. Rumusan Pancasila secara resmi ditetapkan dengan syah sebagai falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 tercanang rumusan Pancasila yang berbunyi:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia. dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jiwa Pancasila seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, bukanlah masalah yang baru dalam dunia pewayangan.
* Asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh yang biasa disebut "Hyang Suksma Kawekas" Tokoh ini tidak pernah diwujudkan dalam bentuk wayang, tetapi diakui sebagai Dewa yang Tertinggi. Tokoh Dewa - Dewa yang diwujud kan dalam bentuk wayang, misalnya: Batara Guru, Batara Narada, Batara Wisnu, Batara Brahma, Batara Kamajaya dan lain sebagainya dalam pewayangan digambarkan seperti manusia biasa. Mereka juga dilukiskan memiliki watak serta tabiat yang banyak persamaannya dengan manusia lumrah. Dalam ceritera-ceritera mereka sering pula berbuat salah, bahkan tidak jarang terpaksa minta bantuan manusia dalam menghadapi hal-hal tertentu. Kekawin Arjunawiwaha misalnya, merupakan contoh yang jelas. Pada saat raksasa Nirwatakawaca mengamuk di Suralaya karena maksudnya meminang Dewi Supraba ditolak para Dewa. Para Dewa tidak mampu menghadapinya. Untuk mengamankan Suralaya para Dewa minta bantuan bagawan Mintaraga atau bagawan Ciptaning yaitu nama Arjuna saat menjadi pertapa. Sebagai imbalan jasa karena bagawan Ciptaning berhasil membunuh Raksasa Nirwatakawaca diberi hadiah Dewi Supraba dan Pusaka Pasopati. Disini terlihat bahwa kebenaran yang bersifat mutlak hanya dimiliki Dewa Tertinggi yaitu Hyang Suksma Kawekas. Ajaran ini tidak jauh berbeda dengan ajaran yang terkandung di dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
* Asas Kemanusiaan.
Jiwa yang terkandung dalam sila Kemanusiaan, pada hakekatnya suatu ajaran untuk mengagung-agungkan norma-norma kebenaran. Bahwasanya kebenaran adalah di atas segala- galanya. Kendatipun kebenaran mutlak hanya berada di tangan Tuhan Yang Maha Esa, namun untuk menjaga keseimbangan kehidupan antara manusia perlu dipupuk kesadaran tenggang rasa yang besar.
Kebenaran yang sejati mempunyai sifat unifersil, artinya berlaku kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun Juga. Tokoh dalam dunia pewayangan yang memiliki sifat dan watak mengabdi kebenaran banyak jumlahnya. Sebagai contoh dapat dipetik dari Serat Ramayana. Di dalam Serat Ramayana dikenal putera Alengka bernama Raden Wibisono yang mempunyai watak mencerminkan ajaran kemanusiaan.
Kisah inti dalam Serat Ramayana berkisar pada kemelut yang terjadi di antara Prabu Dasamuka yang merampas isteri Rama. Tindakan Prabu Dasamuka ini dinilai berada diluar batas kemanusiaan. Raden Wibisono sadar akan hal tersebut, Prabu Dasamuka dianggap melanggar norma perikemanusiaan . Oleh karena itu Raden Wibisono ikut aktif membantu Raden Rama untuk memerangi saudaranya sendiri. Demi kemanusiaan Raden Wibisono rela mengorbankan saudara sendiri yang dianggap berada difihak yang salah.
* Asas Persatuan
Dalam dunia pewayangan tokoh yang memilih jiwa kebangsaan tinggi terlukis pada diri tokoh Kumbakarna digambarkan dalam bentuk raksasa, namun memiliki jiwa ksatria. Sebagai adik Raja Dasamuka, Kumbakarna memiliki sifat yang berbeda. Kumbakarna menentang tindakan Prabu Dasamuka yang merampas Dewi Sinta isteri Rama.
Sikap menentang sama dengan sikap Raden Wibisono, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Raden Wibisono menentang dengan aktif memihak Raden Rama, tetapi Kumbakarna tetap berfihak Alengka demi negaranya. Niatnya bukan perang membela kakaknya, tetapi bagaimanapun juga Alengka adalah negaranya yang wajib dibela walaupun harus mengorbankan jiwa raga.
Oleh karena itu nama Kumbakarna tercanang sebagai nasionalis yang sejati. Benar atau salah Alengka adalah negaranya.
* Asas Kerakyatan / Kedaulatan rakyat.
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh punakawan yang bernama Semar. Semar adalah punakawan dari para ksatria yang luhur budinya dan baik pekertinya. Sebagai punakawan Semar adalah abdi, tetapi berjiwa pamong, sehingga oleh para ksatria Semar dihormati.
Penampilan tokoh Semar dalam pewayangan sangat menonjol. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari tidak lebih dari seorang abdi, tetapi pada saat-saat tertentu Semar sering berperan sebagai seorang penasehat dan penyelamat para ksatria disaat menghadapi bahaya baik akibat ulah sesama manusia maupun akibat ulah para Dewa. Dalam pewayangan tokoh Semar sering dianggap sebagai Dewa yang ngejawantah atau Dewa yang berujud manusia. Menurut Serat Kanda dijelaskan bahwa Semar sebenarnya adalah anak Syang Hyang Tunggal yang semula bernama Batara Ismaya saudara tua dari Batara Guru.
Semar sebagai Dewa yang berujud manusia mengemban tugas khusus menjaga ketenteraman dunia dalam penampilan sebagai rakyat biasa. Para ksatria utama yang berbudi luhur mempunyai keyakinan bilamana menurut segala nasehat Semar akan mendapatkan kebahagiaan. Semar dianggap memiliki kedaulatan yang hadir ditengah-tengah para ksatria sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain Semar adalah simbul rakyat yang merupakan sumber kedaulatan bagi para ksatria atau yang berkuasa.
* Asas Keadilan Sosial
Unsur keadilan dalam dunia pewayangan dilambangkan dalam diri tokoh Pandawa. Pandawa yang terdiri dari Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa secara bersama- sama memerintah Negara Amarta. Kelimanya digambarkan bersama bahagia dan bersama-sama menderita Tiap-tiap tokoh Pandawa mempunyai ciri watak yang berlainan antara satu dengan lainnya, namun dalam segala tingkah lakunya selalu bersatu dalam menghadapi segala tantangan. Puntadewa yang paling tua sangat terkenal sebagai raja yang adil dan jujur ; bahkan diceriterakan berdarah putih. Puntadewa dianggap titisan Dewa Dharma yang memiliki watak menonjol selalu mementingkan kepentingan orang lain, rasa sosialnya sangat besar.
Sumber : http://community.um.ac.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar