...:: Senin, 18 Agusutus 2014 Jam 19.00 WIB Wayang Kulit Ki Anom Suroto Lakon "Durna Gugur" Bagian 1, Selamat Menikmati ::...

Kamis, 15 April 2010

Akhir Perang Bharatayuda, Parikesit Lahir


Perang Baratayudha telah usai, Resiwara Bisma telah moksha ke alam kadewatan sesuai dengan waktu yang diinginkannya, setelah kematian Prabu Suyudana sebagai penutup Perang Baratayudha.

Resiwara Bisma dalam perjalanannya menuju surga bertemu dengan Dewi Amba, kekasih pujaan didunia. Ia kelihatan bahagia. Hal itu tidak akan terjadi kalau ia masih hidup. Karena didunia ia seorang Brahmacari.

Kurawa pun sudah habis, semua sudah gugur di medan perang Kurusetra. Demikian pula Pandawa juga telah kehilangan banyak sanak saudaranya.

Demikian pula duka mendalam Dewi Drupadi, yang telah kehilangan ayahnya, Prabu Drupada. Serta pula keluarga Wirata, telah kehilangan Prabu Matswapati, Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka dalam Perang Baratayudha.Terlebih lagi Pandawa disamping telah kehilangan sanak saudaranya, juga kehilangan saudara saudaranya Para Kurawa, Eyangya, Gurunya, sahabat serta kerabatnya. Namun yang menjadikan Keluarga Pandawa mempunyai semangat hidup mereka masih memiliki Ibu Kunti dan Eyang Abiyasa, Dengan kemenangan Pandawa, maka Pandawa beserta seluruh keluarga tang tersisa memasuki Istana Astina. Kedatangan Para Pandawa disambut oleh Dewi Kunti. Dewi Kunti terharu, karena betapa mahalnya untuk sebuah kemerdekaan Indraprasta, terlalu banyak yang menjadi korbannya. Dewi Kunti juga mengucapkan terima kasihnya pada Kresna yang telah mendampingi Para Pandawa selama Perang Baratayudha.Kedatangan Pandawa telah diketahui oleh Uwa Prabu Drestarastra dan Uwa Dewi Gendari. Para Pandawa dijemput oleh Paman Yama Widura yang merangkulnya penuh keharuan. Dalam perang Baratayudha, Paman Yama Widura kehilangan satu orang puteranya, Sang Yuyutsu, telah gugur di medan pertempuran Barata Yudha dipihak Pandawa. Setelah berbincang bincang agak lama, maka datang pula Sanjaya, anak Paman Yama Widura pertama, yang disuruh Uwa nya Prabu Drestarastra, untuk meminta Pandawa keistana Kasepuhan, karena Prabu Drestarastra telah menyiapkan pertemuannya dengan para Pandawa. Sementara itu Prabu Sri Batara Kresna merasakan fiirasat yang buruk.Prabu Kresna membisikkan agar para Pandawa berhati hati dan waspada dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada, karena ini mungkin perang belum selesai. Pandawa memakluminya. mereka segera menemui Uwa Prabu Drestarastra.Prabu Drestarastra sedang duduk serimbit dengan Dewi Gendari. Prabu Drestarastra memeluk satu persatu para Pandawa.Walaupun ia memeluk para Pandawa, namun sebenarnyan hatinya merindukan anak anak kandungnya, yaitu Para Kurawa yang telah tiada. Sekarang giliran Werkudara yang hendak dipeluk Prabu Drestarastra. Werkudara segera mendekati Uwa nya. Namun Prabu Kresna menarik tangan Werkudara, sambil berbisik, tidak perlu mendekati.Biar saja uwa nya yang datang menjemput. Prabu Drestarastra menangisi kematian putera puteranya para Kurawa, karena tidak satupun yang disisakan hidup,oleh Para Pandawa. Sebenarnya Pandawa bisa saja menyisakan Suyudana untuk hidup. Tetapi semuanya sudah terjadi. Prabu Drestarastra akhirnya berdiri mendekati Wekudara. Sementara itu Werkudara berdiri dekat sebuah patung raksasa sebesar Werkudara.Werkudara menghindar ketika uwa nya mengulurkan kedua tangannya untuk memeluknya. Tetapi yang tersentuhlah adalah Patung raksasa yang menghalangi Werkudara dan patung pun menjadi hancur lebur. Sementara kedua tangan uwa nya masih mengeluarkan api yang menyala nyala. Semua terjadi karena uwa nya telah menyalurkan aji Gumbalageni yang sebenarnya ditujukan untuk membunuh Werkudara. Keadaan menjadi hening tidak satupun orang berkata. Prabu Drestarastra menyesal telah membunuh Werkudara. Ia mohon maaf kepada Dewata karena ia tak mampu menahan nafsu balas dendam pada Pandawa khususnya Werkudara yang telah membunuh Suyudana anaknya yang paling dicintainya. Andaikata ia mampu, Werkudara akan dihidupkannya. Ia menyesal tak bisa menjaga amanat Pandu adiknya, untuk menjaga keselamatan Pandawa.Namun Dewi Gendari berkata lain,ia menyesal melihat kegagalan Prabu Drestarastra untuk membunuh Werkudara. Dewi Gandari bersupata, bahwa Kresna juga akan mengalami penderitaan Bangsa Kuru, karena Kresna adalah yang membunuh seluruh para Kurawa, walaupun tidak dengan tangannya sendiri Maka bangsa Yadawa, juga akan mengalami hal yang sama, Bangsa Yadawa akan mengalami perpecahan, hingga terjadi pertumpahan darah antar bangsa Yadawa sendiri. Prabu Kresna terperanjat mendengar sumpah Dewi Gendari. Keadaan kembali menjadi hening, tidak satu pun orang bersuara. Prabu Drestarastra merasa bahagia ketika mengetahui Werkudara masih hidup. Werkudara kemudian merangkul Prabu Drestarastra, Prabu Destarastra mengharap diantara yang masih hidup jangan ada pertengkaran lagi, jangan ada pembunuhan lagi. Prabu Batara Kresna mohon maaf kepada Prabu Drestarastra dan Ibu Gendari serta siapa saja yang dendam pada Prabu Kresna dan juga atas nama Pandawa, yang didalam perang Bartayudha juga memakan korban banyak dari Pandawa, para putera Pandawa, termasuk juga kehilangan Saudara saudaranya dari darah Pandawa maupun Kurawa. Prabu Drestarastra akhirnya merelakan kepergian seluruh para putreranya, yaitu Para Kurawa. Para Pandawa kemudian mohon pamit untuk memasuki pakuwon Pandawa. Disanalah para Pandawa beristirahat, Sementara itu Dewi Utari telah melahirkan sorang anak yang tampan. Arjuna memberi nama Parikesit.Setelah kelahiran Parikesit, Prabu Sri Batara Kresna berpesan agar Para Pandawa tidak boleh lengah, tetap waspada, dan jagalah bayi Parikesit dari segala yang mengancam. Prabu Kresna berpesan agar jangan sampai bayi ditegakan tidak dijaga, dan dibawah kaki Parikesit, ditaruh senjata pusaka Pulanggeni yang sudah dilepas dari warangkanya..Setelah banyak berpesan Prabu Sri Batara Kresna berpamitan kembali ke Dwarawati. Karena Dwarawati dalam keadaan darurat.Sampai di tengah malam Pandawa masih kuat untuk berjaga menunggui bayi Parikesit yang tidur di tempat nya. Sementara itu Aswatama yang sudah lama menghilang dari medan perang Kurusetra, kini telah muncul kmbali. Kali ini ia telah menghimpun kekuatan baru, yaitu bergabung dengan Resi Krepa dan Kertawarma. Kertawarma adalah adik Prabu Suyudana yang satu satunya masih hidup.Ternyata perkiraan Para Pandawa dan bahkan Prabu Drestarastra sendiri meleset, semua memperkirakan Kurawa sudah tertumpas habis. Mereka berencana mau memberontak ke Astina, untuk merebut kembali Astina ketangan Kurawa, Tetapi mereka tak ada keberanian. Pertapaan Sokalima walaupun luasnya sama dengan kerajaan Pancala, namun tidak memiliki perajurit. Mereka memutuskan akan memasuki Istana Astina secara diam diam, pada malam hari dan akan membunuh orang orang Pandawa sebanyak banyaknya.Sebenarnya Aswatama sudah membuat terowongan di taman Kadilengen, dan sudah tembus ke Goa. Sekarang Aswatama dengan bekal sebuah obor sebagai penerang jalan,dan ditemani Kertawarma dan Resi Krepa memasuki. Namun ditengah jalan, mereka terkejut karena ada sebagian tanah yang gugur sehingga menutup jalan masuk ke goa. Aswatama terpuruk, terlebih lebih ketika api oncor padam, tidak tahu harus bagaimana. Tiba tiba saja ada cahaya yang menerangi Goa. Ternyata Dewi Wilutama datang menolong.Dewi Wilutama menerangi goa dengan sinar dari kedua telapak tangannya. Karena pintu Goa yang telah dilalui juga roboh dan menutupi pintu goa. Sehingga walaupun mereka pulang juga tidak bisa keluar. Mereka terjebak didalam goa, pulang tidak bisa, terus juga tidak bisa. Dewi Wilutama menanyakan, mau kembali ke jalan semula, atau mau meneruskan kehendaknya., Aswatama ingin meneruskan perjalanannya ke Astina. Dewi Wilutama tidak mau membantu keinginan dan tidak mau ikut bertanggung jawab atas perbuatan Aswatama yang akan dilakukan. Dewi Wilutama membuka jalan ke pintu Goa. Sehingga apabila mereka berniat mau pulang kembali, bisa lewat kepintu goa semula. dan akan keluar dengan mudah. Namun Dewi Wilutama tidak tega pada Aswatama,karena Aswatama sudah tidak bisa dihentikan niatnya. akhirnya Dewi Wilutama memberikan senjata untuk menyingkirkan tanah tanah yang menghalangi perjalananannya. Ibunda Dewi Wilutama tidak ikut bertanggung jawab apa yang hendak dilakukan oleh Aswatama, dan disarankankan anaknya pulang saja kembali ke Sokalima.Resi Krepa ganti membujuk Aswatama agar pulang saja kembali ke Sokalima. Akhirnya Resi Krepa meninggalkan mereka semua, kembali ke pertapaannya. Dewi Wilutama kembali kekahyangan. Dalam waktu singkat Aswatama beserta Kertawarma telah memasuki Astinapura. Kertawarma tidak mengikuti kepergian Aswatama yang memasuki Istana Astinapura. Kertawarma menunggu diluar istana. Ia bersembunyi di luar Istana. Aswatama membaca mantera agar orang orang yang ada didalam Istana Astina tertidur.Sementara itu seluruh penghuni Istana telah tertidur semua. Memasuki kamar pertama, terlihat Pancawala dan Drestajumna sedang tidur dengan nyenyaknya. Tanpa pikir panjang lebar, ditebasnya calon Raja Astina baru, Pancawala dan Pembunuh ayahnya, Drestajumna sehingga terpelantinglah kedua kepalanya. Dendam masih membara ia membuka kamar yang kedua, terlihat Srikandi tidur tergeletak tidak berdaya, ia kelihatan lemah gemulai seperti wanita wanita lainnya, walaupun dalam perang Baratayudha ia kelihatan gagah perkasa bagaikan seorang pria jantan dalam menghadapi musuh musuhnya. Ia akan segera membunuhnya, tetapi dirasanya percuma saja karena tidak merasakan sakitnya kalau dibunuh, Srikandi tidak akan merasakan kematiannya. Dengan cepat penuh dendam Aswatama menjambak rambut Srikandi. Srikandi terbangun, dan terkejut ada Aswatama masuk kamar dan dirinya sudah di pegang oleh Aswatama. Ia berusaha melawan tetapi tidak berdaya. Aswatama menjambak Srikandi dan membentur-benturkan kepala Srikandi ke dinding kamar, hingga tewas. Dendam masih membara, ia melihat Dewi Sembadra, langsung dibunuh sebagai pembayar utang Arjuna, demikian pula Niken Larasati dan Sulastri terbunuh. Dilihatnya pula Dewi Banowati istri Prabu Suyudana, dengan pandangan sinisnya, menganggap Banowati, yang semula dihormati seluruh keluarga Para Kurawa, ternyata ia seorang wanita murahan, dengan mudah mengikuti Arjuna. Tanpa ampun lagi Banowati dibunuhnya. Aswatama tidak mengetahui posisi dimana Parikesit tidur karena pengaruh senjata Pulanggeni, dan pasti pula ada didalam lindungan Dewata. Aswatama melihat pula Dewi Drupadi, namun ketika akan membunuhnya terdengar, seperti ada suara tangisan bayi, Aswatama terkejut. Ia mengalihkan niatnya untuk membunuh Drupadi, dan ia melihat dengan mata batinnya suatu tempat yang penuh kabut. Aswatama melihat bayi itu. Aswatama memandang benci kepada Parikesit, karena Pancawala sudah terbunuh, maka bayi ini adalah pewaris tahta Astina pura. Segera Aswatama berusaha menikam bayi itu. Tetapi kekuasaan dewa yang menentukan, tiba tiba saja keris Pulanggeni yang terletak dibawah kaki jabang Parikesit,tertendang sang bayi, dan keris Pulanggeni terpental dan menembus dada Aswatama, Aswatama tewas. Sementara ada keributan dan suara tangisan mereka yang terhindar dari pembunuhan, seperti Dewi Untari dan dewi Drupadi. Menjadikan Werkudara dan Arjuna terbangun dari tidurnya. Mereka langsung keluar dari Keputren. Sementara itu, Kertawarma bersiap memukul Werkudara, andaikata melewati persembunyiannya. Werkudara akhirnya melewati persembunyian Kertawarma. Melihat Werkudara berjalan melewati persembunyiannya, Kertawarma segera memukul Werkudara dengan gadanya dengan keras, namun Wekudara dapat menangkisnya. Terjadilah perkelahian, antara Werkudara dan Kertawarma.Kepala Kertawarma pecah terkena pukulan Gada Rujakpala, Kertawarma pun tewas Pandawa pagi ini dirundung duka. Semua istri Arjuna yang berada di Istana terbunuh semua, juga Dewi Drupadi kehilangan puteranya Pancawala, Srikandi dan Drestajumna.Seluruh keluarga Pandawa berduka. Prabu Kresna kecewa tidak bisa ikut menjaga ketentraman Istana Astina. Prabu Kresna sendiri masih menghadapi pergolakan keluarga Yadawa. Prabu Kresna minta agar Puntadewa segera menyiapkan pemerintahan Astina. Untuk itu dibutuhkan pengangkatan seorang raja. Kemudian mereka merencanakan pelantikan seorang raja. Setelah mereka berembug maka ditunjuklah Parikesit menjadi Raja Astina. Mengingat Parikesit masih bayi, maka Puntadewa diminta untuk menjadi wali. Maka diangkatlah Prabu Puntadewa mewakili Parikesit. Dengan gelar Prabu Kalimataya. Uwa Drestarastra merestui pengangkatan Puntadewa menjadi Ratu Wali. Prabu Kalimataya dalam pemerintahannya dibantu oleh Sadewa, Sadewa ditunjuk menjadi patih Kerajaan Astinapura.***

sumber : http://wayangparikesitlair.blogspot.com/2010/02/akhir-perang-bharatayuda.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar