Jumat, 31 Desember 2010
Sabtu, 25 Desember 2010
Selasa, 21 Desember 2010
Selamat Natal 2010 & Tahun Baru 2011
masa lalu adalah kenangan
hari ini adalah goresan
hari esok adalah harapan
selamat tahun baru 2011
selamat tinggal kenangan
selamat datang harapan
hari ini adalah goresan
hari esok adalah harapan
selamat tahun baru 2011
selamat tinggal kenangan
selamat datang harapan
Senin, 06 Desember 2010
Kamis, 02 Desember 2010
Video Ketoprak MP4 “Bende Mataram”
Bendhe Mataram
Pentas Ketoprak SMKI Yogya “Bendhe Mataram” Rumah Budaya Tembi, 10 Oktober 2004.
Link Undhuh Video Ketoprak MP4 “Bende Mataram”
Pentas Ketoprak SMKI Yogya “Bendhe Mataram” Rumah Budaya Tembi, 10 Oktober 2004.
Link Undhuh Video Ketoprak MP4 “Bende Mataram”
Senin, 22 November 2010
Ketoprak Artis IBUKOTA “Haryo Penangsang Vs Joko Tingkir”
Ketoprak Lakon Haryo Penangsang lawan Joko Tingkir, banyak makna yg terkandung dalam ceritera ini. Semoga para penonton bisa merenungi apa yg disampaikan di Lakon ini.
Sumber : Youtube.com Upload by Londoireng
Ringkasan Cerita :
Raden Trenggana naik takhta Demak sejak tahun 1521 bergelar Sultan Trenggana. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai sultan keempat bergelar Sunan Prawoto.
Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu.
Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma membuat Ratu Kalinyamat kecewa.
Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh.
Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, namun, mereka tetap dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat.
Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra yang sebenarnya akan digunakan untuk menjebak Hadiwijaya tetapi malah mengenai Arya Penangsang sendiri pada waktu bertengkar dengan Hadiwijaya karena emosi Aryo Penangsang sendiri yang labil.
Link Undhuh Ketoprak “Haryo Penangsang Vs Joko Tingkir”
Sabtu, 06 November 2010
Video Ketoprak “Aryo Penangsang”
Arya Penangsang adalah seorang adiati di Jipang Panolan yang sakti dan memiliki sifat pendendam. Dengan sifatnya itu, ia memerintahkan anak buahnya untuk menghabisi nyawa Raja Demak, Sunan Prawata. Tidak puas dengan itu, Arya Penangsang pun berniat untuk membinasakan Sultan Hadiwijaya yang berkedudukan di Pajang. Mengapa Arya Penangsang mendendam kepada Sunan Prawata? Lalu, berhasilkah ia membinasakan Sultan Hadiwijaya? Jawabannya dapat Anda temukan dalam cerita Arya Penangsang berikut ini.
Pada masa pemerintahaan Kesultanan Demak, tersebutlah seorang adipati yang bernama Arya Penangsang. Ia berkedudukan di Kadipaten Jipang Panolan, Jawa Tengah. Arya Penangsang adalah putra Raden Kikin atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen (bunga yang tewas di tepi sungai Bengawan Solo).
Minggu, 17 Oktober 2010
Video Angling Dharma – Selir Selingkuh
“Video Angling Dharma – Selir Selingkuh” dipersembahkan oleh PT. Genta Buwana Pitaloka Film Production, Producer : Budi Sutrisno, Cerita Skenario : Imam Tantowi, Desain Artisitik : El Badrun. Pimpinan Produksi : N Sindhu Dharma, Penata Artisitik : Abdullah Sajad, Penata Busana & Rias : Dahlan Harun, Penata Fotografi : H Asmawi, Penata Kamera : H Asmawi, H Akram N, Penata Suara : FX Sumpeno, Penata Musik : Harry Sabar, Editor : R Pramono, Herry Kurniawan, Co Sutradara : El Badrun, Sutradara Laga : Eddy S. Jonathan, Sutradara : Imam Tantowi.
Link Undhuh Video Angling Dharma – Selir Selingkuh, Selamat menyaksikan !
Selasa, 05 Oktober 2010
Angling Dharma – Wasiat Naga Bergola
“Video Angling Dharma – Wasiat Naga Bergola” dipersembahkan oleh PT. Genta Buwana Pitaloka Film Production, Producer : Budi Sutrisno, Cerita Skenario : Imam Tantowi, Desain Artisitik : El Badrun. Pimpinan Produksi : N Sindhu Dharma, Penata Artisitik : Abdullah Sajad, Penata Busana & Rias : Dahlan Harun, Penata Fotografi : H Asmawi, Penata Kamera : H Asmawi, H Akram N, Penata Suara : FX Sumpeno, Penata Musik : Harry Sabar, Editor : R Pramono, Herry Kurniawan, Co Sutradara : El Badrun, Sutradara Laga : Eddy S. Jonathan, Sutradara : Imam Tantowi.
Link Undhuh Video Angling Dharma – Wasiat Naga Bergola, Selamat menyaksikan !
Senin, 27 September 2010
Ketoprak Siswo Budoyo "Setyowati Obong"
Ketoprak Kreasi Baru Siswo Budoyo, Tulungagung, Pimpinan Drs. Rachman SAM, mempersembahkan cerita Seri Angling Darmo - Setyowati Obong.
Para Pelaku :
Angkling Darmo .......... Budi Hartanto
Batik Madrim .......... Totok Sontro
Mangunjoyo .......... Arif
Wijanarko .......... Edi
Setyowati .......... Rafika
Emban .......... Elly, Hartiyah, Mintarsih
Pelawak .......... Jo Lewo, Jo Rewel, Jo Konyil
Begawan Manik Sutro .......... Sujud Suryo
Raja Pamupu Sayembara .......... Sandi Asmo
Ulo Tampar .......... Suhirno
Nogo Gini .......... Sriatun
Kamajaya – Ratih .......... Trimo
Kolo Werdati .......... Peni Wardoyo
Patih Kolo Werko .......... Sugeng Rogo
Endang Sasmito Puro .......... Eni
Rabu, 15 September 2010
Ketoprak Belonk & Kancil “Syeh Siti Jenar mBalelo”
MENGENAL NAMA SYEKH SITI JENAR
Syekh Siti Jenar (829-923 H/1348-1439 C/1426-1517 M), memiliki banyak nama : San Ali (nama kecil pemberian orangtua angkatnya, bukan Hasan Ali Anshar seperti banyak ditulis orang); Syekh ‘Abdul Jalil (nama yg diperoleh di Malaka, setelah menjadi ulama penyebar Islam di sana); Syekh Jabaranta (nama yg dikenal di Palembang, Sumatera dan daratan Malaka); Prabu Satmata (Gusti yg nampak oleh mata; nama yg muncul dari keadaan kasyf atau mabuk spiritual; juga nama yg diperkenalkan kepada murid dan pengikutnya); Syekh Lemah Abang atau Lemah Bang (gelar yg diberikan masyarakat Lemah Abang, suatu komunitas dan kampung model yg dipelopori Syekh Siti Jenar; melawan hegemoni kerajaan. Wajar jika orang Cirebon tidak mengenal nama Syekh Siti Jenar, sebab di Cirebon nama yg populer adalah Syekh Lemah Abang); Syekh Siti Jenar (nama filosofis yg mengambarkan ajarannya tentang sangkan-paran, bahwa manusia secara biologis hanya diciptakan dari sekedar tanah merah dan selebihnya adalah roh Allah; juga nama yg dilekatkan oleh Sunan Bonang ketika memperkenalkannya kepada Dewan Wali, pada kehadirannya di Jawa Tengah/Demak; juga nama Babad Cirebon); Syekh Nurjati atau Pangran Panjunan atau Sunan Sasmita (nama dalam Babad Cirebon, S.Z. Hadisutjipto); Syekh Siti Bang, serta Syekh Siti Brit; Syekh Siti Luhung (nama-nama yg diberikan masyarakat Jawa Tengahan); Sunan Kajenar (dalam sastra Islam-Jawa versi Surakarta baru, era R.Ng. Ranggawarsita [1802-1873]); Syekh Wali Lanang Sejati; Syekh Jati Mulya; dan Syekh Sunyata Jatimurti Susuhunan ing Lemah Abang..
Syekh Siti Jenar (829-923 H/1348-1439 C/1426-1517 M), memiliki banyak nama : San Ali (nama kecil pemberian orangtua angkatnya, bukan Hasan Ali Anshar seperti banyak ditulis orang); Syekh ‘Abdul Jalil (nama yg diperoleh di Malaka, setelah menjadi ulama penyebar Islam di sana); Syekh Jabaranta (nama yg dikenal di Palembang, Sumatera dan daratan Malaka); Prabu Satmata (Gusti yg nampak oleh mata; nama yg muncul dari keadaan kasyf atau mabuk spiritual; juga nama yg diperkenalkan kepada murid dan pengikutnya); Syekh Lemah Abang atau Lemah Bang (gelar yg diberikan masyarakat Lemah Abang, suatu komunitas dan kampung model yg dipelopori Syekh Siti Jenar; melawan hegemoni kerajaan. Wajar jika orang Cirebon tidak mengenal nama Syekh Siti Jenar, sebab di Cirebon nama yg populer adalah Syekh Lemah Abang); Syekh Siti Jenar (nama filosofis yg mengambarkan ajarannya tentang sangkan-paran, bahwa manusia secara biologis hanya diciptakan dari sekedar tanah merah dan selebihnya adalah roh Allah; juga nama yg dilekatkan oleh Sunan Bonang ketika memperkenalkannya kepada Dewan Wali, pada kehadirannya di Jawa Tengah/Demak; juga nama Babad Cirebon); Syekh Nurjati atau Pangran Panjunan atau Sunan Sasmita (nama dalam Babad Cirebon, S.Z. Hadisutjipto); Syekh Siti Bang, serta Syekh Siti Brit; Syekh Siti Luhung (nama-nama yg diberikan masyarakat Jawa Tengahan); Sunan Kajenar (dalam sastra Islam-Jawa versi Surakarta baru, era R.Ng. Ranggawarsita [1802-1873]); Syekh Wali Lanang Sejati; Syekh Jati Mulya; dan Syekh Sunyata Jatimurti Susuhunan ing Lemah Abang..
Senin, 23 Agustus 2010
Peta Mudik & 10 Kartu Lebaran Pilihan
Peta Mudik 2010 Jawa Bali & 10 Kartu Lebaran Pilihan
Ramadhan 1431 H / 2010 sudah berjalan 13 hari, berarti 17 hari lagi Hari raya Idul Fitri, banyak yang yang butuh peta jalur mudik 2010, dan juga Kartu lebaran.
Silahkan download peta mudik Jawa & Bali tahun 2010 dari CBN disini (1,6 M). Peta mudik dari CBN ini mencakup wilayah Jawa dan Bali, dengan gambar cukup detail ditambah berbagai informasi ATM, rumah makan dan pom bensin serta polisi.
Atau Anda juga bisa menggunakan Peta mudik tempo inteaktif. Peta interaktif ini harus di gunakan secara online jadi anda tidak perlu mengunduh, cukup mengunjungi sitenya atau klik peta interaktif tsb maka anda akan segera menikmati peta jalur mudik 2010.
Ramadhan 1431 H / 2010 sudah berjalan 13 hari, berarti 17 hari lagi Hari raya Idul Fitri, banyak yang yang butuh peta jalur mudik 2010, dan juga Kartu lebaran.
Silahkan download peta mudik Jawa & Bali tahun 2010 dari CBN disini (1,6 M). Peta mudik dari CBN ini mencakup wilayah Jawa dan Bali, dengan gambar cukup detail ditambah berbagai informasi ATM, rumah makan dan pom bensin serta polisi.
Atau Anda juga bisa menggunakan Peta mudik tempo inteaktif. Peta interaktif ini harus di gunakan secara online jadi anda tidak perlu mengunduh, cukup mengunjungi sitenya atau klik peta interaktif tsb maka anda akan segera menikmati peta jalur mudik 2010.
Sabtu, 21 Agustus 2010
Kartu Lebaran 2010
Koleksi kartu lebaran 2010 menyambut datangnya Idul Fitri tahun 1431 H.
Sebentar lagi sudah mau lebaran 1431 H / 2010, Hari raya Idul Fitri, banyak yang yang butuh peta jalur mudik 2010, dan juga Kartu lebaran.
Kartu Lebaran yang dulu banyak dikirim lewat Kantor POS sekarang banyak dikirim lewat email, lewat blog, lewat website, lewat situs.
Selamat mudik, Selamat Berlebaran, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H / 2010, pasti banyak kesalahan yang saya lakukan, mohon maaf lahir dan batin. Minal Minal Aidin Wal Faidzin.
Sebentar lagi sudah mau lebaran 1431 H / 2010, Hari raya Idul Fitri, banyak yang yang butuh peta jalur mudik 2010, dan juga Kartu lebaran.
Kartu Lebaran yang dulu banyak dikirim lewat Kantor POS sekarang banyak dikirim lewat email, lewat blog, lewat website, lewat situs.
Selamat mudik, Selamat Berlebaran, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H / 2010, pasti banyak kesalahan yang saya lakukan, mohon maaf lahir dan batin. Minal Minal Aidin Wal Faidzin.
Minggu, 15 Agustus 2010
Semar mBangun Kayangan Ki Sigit
Untuk kepentingan “mbangun kayangan” , Ki Lurah Semar bermaksud meminjam Jamus Kalimasada kepada Prabu Puntadewa. Oleh karena itu, dia mengutus Petruk untuk menghadap Sang Prabu guna menindak lanjuti rencana tersebut. Pada saat yang sama Pendita Durna dan Patih Sakuni menyampaikan pesan sebagai utusan Prabu Duryudana, untuk _juga- meminjam Jamus Kalimasada sebagai sarana memulihkan “dahuru” yang menimpa Kerajaan Astinapura.
Tentu saja, Prabu Puntadewa menjadi “ewuh aya ing pambudi” kepada siapa Jamus Kalimasada akan dipinjamkan. Prabu Kresna yang berada di pasewakan karena diundang Prabu puntadewa, mengambil langkah bijak agar masing-masing menunggu di alun-alun, sementara keputusan akan dimusyawarahkan terlebih dahulu. Kresna pergi ke Kahyangan Jonggring Saloka guna menghadap Betara Guru agar diberikan petunjuk menyelesaikan permasalahan ini dengan cara yang tepat. Sambil menunggu kedatangan Sri Kresna, Prabu Puntadewa menemui para utusan dan memberikan syarat bagi siapapun yang bermaksud meminjam Jamus Kalimasada, yaitu berupa “Kembang Turangga Jati”. Siapapun, baik Semar maupun Duryudana bisa membawa Jamus Kalimasada asalkan berhasil memetik “Kembang Turangga Jati”.
sumber : http://apdnsemarang.wordpress.com
Silahkan menikmati audio mp3nya disini.
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit1.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit2.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit3.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit4.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit5.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit6.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit7.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit8.MP3
Tentu saja, Prabu Puntadewa menjadi “ewuh aya ing pambudi” kepada siapa Jamus Kalimasada akan dipinjamkan. Prabu Kresna yang berada di pasewakan karena diundang Prabu puntadewa, mengambil langkah bijak agar masing-masing menunggu di alun-alun, sementara keputusan akan dimusyawarahkan terlebih dahulu. Kresna pergi ke Kahyangan Jonggring Saloka guna menghadap Betara Guru agar diberikan petunjuk menyelesaikan permasalahan ini dengan cara yang tepat. Sambil menunggu kedatangan Sri Kresna, Prabu Puntadewa menemui para utusan dan memberikan syarat bagi siapapun yang bermaksud meminjam Jamus Kalimasada, yaitu berupa “Kembang Turangga Jati”. Siapapun, baik Semar maupun Duryudana bisa membawa Jamus Kalimasada asalkan berhasil memetik “Kembang Turangga Jati”.
sumber : http://apdnsemarang.wordpress.com
Silahkan menikmati audio mp3nya disini.
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit1.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit2.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit3.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit4.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit5.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit6.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit7.MP3
Semar Mbangun Kahyangan Ki Sigit8.MP3
Senin, 09 Agustus 2010
Sunan Kudus, Masjid Menara Kudus, sampai Larangan Sembelih Sapi
Dari sekian masjid bersejarah di Indonesia, Masjid Menara Kudus (Jawa Tengah) punya keunikan tersendiri. Sebuah menara mirip candi berdiri anggun di sebelah kiri depan masjid. Banyak masyarakat awam, bahkan para arkeolog yang bertanya-tanya, bagaimana elemen masjid mengadopsi model bangunan tempat ibadah umat Hindu dan Buddha.
Tidak hanya menara, bangunan-bangunan di sekeliling masjid juga banyak yang mirip dengan bangunan candi. Gapura di depan masjid yang tersusun dari batu bata tanpa semen tidak lain merupakan ciri khas candi di Jawa Timur. Ada juga pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni 'Delapan Jalan Kebenaran' atau Asta Sanghika Marga.
Tidak hanya menara, bangunan-bangunan di sekeliling masjid juga banyak yang mirip dengan bangunan candi. Gapura di depan masjid yang tersusun dari batu bata tanpa semen tidak lain merupakan ciri khas candi di Jawa Timur. Ada juga pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni 'Delapan Jalan Kebenaran' atau Asta Sanghika Marga.
Kamis, 29 Juli 2010
Maling Kopo Maling Kentiri
Ketoprak Wahyu Budoyo Babad Pati : Maling Kopo Maling Kentiri
Dalam legenda Maling Kopo, dikisahkan bahwa Sunan Muria menghadiri pesta tasyakuran (syukuran) di Juwana yang diadakan Ki Ageng Ngerang, kakek Juru Martani yang kelak akan menjadi pendukung penting Sutawijaya dalam mendirikan Kerajaan Mataram.
Konon pesta yang dihadiri murid-muridnya itu untuk mensyukuri tercapainya usia 20 dari putri Ki Ageng, yakni Dewi Roroyono. Adalah putri tersebut yang menghidangkan makanan dan minuman, dan apa boleh buat membuat salah seorang muridnya, Adipati Pethak Warak, terpesona begitu rupa sehingga berniat menculiknya.
Sebetulnya bukan hanya daya tarik Roroyono, melainkan perilaku Roroyono yang telah mempermalukan sang adipati memicu kehendaknya – dalam pesta itu Pethak Warak yang sudah beristri merayu dengan kasar dan menarik-narik tangan Roroyono, sehingga gadis muda itu tersinggung dan menyipratkan minuman ke baju Pethak Warak.
Dalam legenda Maling Kopo, dikisahkan bahwa Sunan Muria menghadiri pesta tasyakuran (syukuran) di Juwana yang diadakan Ki Ageng Ngerang, kakek Juru Martani yang kelak akan menjadi pendukung penting Sutawijaya dalam mendirikan Kerajaan Mataram.
Konon pesta yang dihadiri murid-muridnya itu untuk mensyukuri tercapainya usia 20 dari putri Ki Ageng, yakni Dewi Roroyono. Adalah putri tersebut yang menghidangkan makanan dan minuman, dan apa boleh buat membuat salah seorang muridnya, Adipati Pethak Warak, terpesona begitu rupa sehingga berniat menculiknya.
Sebetulnya bukan hanya daya tarik Roroyono, melainkan perilaku Roroyono yang telah mempermalukan sang adipati memicu kehendaknya – dalam pesta itu Pethak Warak yang sudah beristri merayu dengan kasar dan menarik-narik tangan Roroyono, sehingga gadis muda itu tersinggung dan menyipratkan minuman ke baju Pethak Warak.
Jumat, 09 Juli 2010
Babat Wanamarta
Wayang bukan hanya sekedar tontonan namun juga berfungsi sebagai tuntunan. Dengan menikmatinya kita dapat mencari hiburan sekaligus dapat mengambil suatu “nilai tambah” dari lakon yang dipagelarkan.
“Babat Wanamarta” ini adalah kisah tentang perjalanan sebuah negara baru. Diceritakan bagaimana Amarta dibangun dengan cara mem-babat hutan wanamarta. Betapa Pandawa yang telah selamat dari kelicikan Kurawa dan kemudian terlunta-lunta menyusuri hutan demi hutan, berkelana dari kampung ke kampung dengan tujuan untuk menghindari saudara tuanya Kurawa, akhirnya berlabuh di negri Wiratha.
Singkat cerita kemudian Pandhawa diberi hutan Wanawarta yang masih berwujud alas gung liwang liwung. Tidak hanya merupakan hutan lebat, Wanamarta adalah hutan yang terkenal keangkerannya. Tidak ada yang berani untuk memasukinya karena hutan itu menjadi “rumah” bagi para jin dan raksasa yang ganas.
Namun dengan keyakinan diri yang kuat serta semangat untuk membangun negara baru yang adalah masa depan mereka, akhirnya Pandawa mengawali membabat alas itu. Gangguan beraneka macam selalu muncul, cobaan dan derita tiada mengenal waktu. Dengan tabah Pandawa melalui semua itu sehingga kemudian lahirlah sebuah kerajaan baru yang mereka beri nama Amarta atau Indraprasta.
“Babat Wanamarta” ini adalah kisah tentang perjalanan sebuah negara baru. Diceritakan bagaimana Amarta dibangun dengan cara mem-babat hutan wanamarta. Betapa Pandawa yang telah selamat dari kelicikan Kurawa dan kemudian terlunta-lunta menyusuri hutan demi hutan, berkelana dari kampung ke kampung dengan tujuan untuk menghindari saudara tuanya Kurawa, akhirnya berlabuh di negri Wiratha.
Singkat cerita kemudian Pandhawa diberi hutan Wanawarta yang masih berwujud alas gung liwang liwung. Tidak hanya merupakan hutan lebat, Wanamarta adalah hutan yang terkenal keangkerannya. Tidak ada yang berani untuk memasukinya karena hutan itu menjadi “rumah” bagi para jin dan raksasa yang ganas.
Namun dengan keyakinan diri yang kuat serta semangat untuk membangun negara baru yang adalah masa depan mereka, akhirnya Pandawa mengawali membabat alas itu. Gangguan beraneka macam selalu muncul, cobaan dan derita tiada mengenal waktu. Dengan tabah Pandawa melalui semua itu sehingga kemudian lahirlah sebuah kerajaan baru yang mereka beri nama Amarta atau Indraprasta.
Jumat, 25 Juni 2010
Lakon Sebelum Baratayuda
Jadwal Siaran "Radio Budaya Jawa" tanggal 25 Juni s.d. 25 Agustus 2010
Baratayuda merupakan puncak perselisihan antara keluarga Pandawa yang dipimpin oleh Puntadewa (atau Yudistira) melawan sepupu mereka, yaitu para Korawa yang dipimpin oleh Duryudana.
Akan tetapi versi pewayangan menyebut perang Baratayuda sebagai peristiwa yang sudah ditetapkan kejadiannya oleh dewata. Konon, sebelum Pandawa dan Korawa dilahirkan, perang ini sudah ditetapkan akan terjadi. Selain itu, Padang Kurusetra sebagai medan pertempuran menurut pewayangan bukan berlokasi di India, melainkan berada di Jawa. Dengan kata lain, kisah Mahabharata menurut tradisi Jawa dianggap terjadi di Pulau Jawa.
Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak orang tua mereka masih sama-sama muda. Pandu, ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara, bernama Kunti, Gendari, dan Madrim. Salah satu dari mereka dipersembahkan kepada Dretarastra, kakaknya yang buta. Dretarastra memutuskan untuk memilih Gendari, sehingga membuat putri dari Kerajaan Plasajenar itu tersinggung dan sakit hati. Ia pun bersumpah keturunannya kelak akan menjadi musuh bebuyutan anak-anak Pandu.
Gendari dan adiknya, bernama Sengkuni, mendidik anak-anaknya yang berjumlah seratus orang untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu. Ketika Pandu meninggal, anak-anaknya semakin menderita. nyawa mereka selalu diincar oleh sepupu mereka, yaitu para Korawa. Kisah-kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi Mahabharata, antara lain usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar, sampai perebutan Kerajaan Amarta melalui permainan dadu.
Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut, para Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan di Hutan Kamiyaka selama 12 tahun, ditambah dengan setahun menyamar sebagai orang rakyat jelata di Kerajaan Wirata. Namun setelah masa hukuman berakhir, para Korawa menolak mengembalikan hak-hak para Pandawa. Keputusan inilah yang membuat perang Baratayuda tidak dapat dihindari lagi.
Baratayuda merupakan puncak perselisihan antara keluarga Pandawa yang dipimpin oleh Puntadewa (atau Yudistira) melawan sepupu mereka, yaitu para Korawa yang dipimpin oleh Duryudana.
Akan tetapi versi pewayangan menyebut perang Baratayuda sebagai peristiwa yang sudah ditetapkan kejadiannya oleh dewata. Konon, sebelum Pandawa dan Korawa dilahirkan, perang ini sudah ditetapkan akan terjadi. Selain itu, Padang Kurusetra sebagai medan pertempuran menurut pewayangan bukan berlokasi di India, melainkan berada di Jawa. Dengan kata lain, kisah Mahabharata menurut tradisi Jawa dianggap terjadi di Pulau Jawa.
Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak orang tua mereka masih sama-sama muda. Pandu, ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara, bernama Kunti, Gendari, dan Madrim. Salah satu dari mereka dipersembahkan kepada Dretarastra, kakaknya yang buta. Dretarastra memutuskan untuk memilih Gendari, sehingga membuat putri dari Kerajaan Plasajenar itu tersinggung dan sakit hati. Ia pun bersumpah keturunannya kelak akan menjadi musuh bebuyutan anak-anak Pandu.
Gendari dan adiknya, bernama Sengkuni, mendidik anak-anaknya yang berjumlah seratus orang untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu. Ketika Pandu meninggal, anak-anaknya semakin menderita. nyawa mereka selalu diincar oleh sepupu mereka, yaitu para Korawa. Kisah-kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi Mahabharata, antara lain usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar, sampai perebutan Kerajaan Amarta melalui permainan dadu.
Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut, para Pandawa harus menjalani hukuman pengasingan di Hutan Kamiyaka selama 12 tahun, ditambah dengan setahun menyamar sebagai orang rakyat jelata di Kerajaan Wirata. Namun setelah masa hukuman berakhir, para Korawa menolak mengembalikan hak-hak para Pandawa. Keputusan inilah yang membuat perang Baratayuda tidak dapat dihindari lagi.
Senin, 07 Juni 2010
Jadwal Siaran Radio "BUDAYA JAWA" 7 s.d. 24 Juni 2010
Radio Budaya Jawa mulai tanggal 7 .d. 24 Juni 2010 menampilkan Ki Anom Suroto lakon-lakon tentang Wahyu. Biasanya lakon tentang Wahyu adalah lakon carangan, yaitu lakon bukan pakem di cerita wayang Mahabarata atau Ramayana. Dan jalan ceritanya biasanya memperebutkan "wahyu" untuk kemuliaan atau tujuan-tujuan tertentu. Dan pada akhirnya yang berhak atas wahyu itu adalah kebaikan yang didalam perebutan itu mengalahkan kebatilan.
Lakon Wahyu menceriterakan mengenai keberuntungan seorang kesatria yang mendapatkan anugerah dari dewata karena kesucian hatinya dalam memaknai setiap cita-citanya. Lakon wahyu yang paling terkenal yakni Wahyu Makutharama. Lakon wahyu ini sangat banyak dan tergolong paling disukai masyarakat penggemar wayang. Karena sifatnya yang ringan, banyak humor, berpetuah, dan ramai dalam sajian, serta diyakini akan membawa berkah kebaikan pada penanggap pasca mengadakan pergelaran wayang.
Lakon Wahyu menceriterakan mengenai keberuntungan seorang kesatria yang mendapatkan anugerah dari dewata karena kesucian hatinya dalam memaknai setiap cita-citanya. Lakon wahyu yang paling terkenal yakni Wahyu Makutharama. Lakon wahyu ini sangat banyak dan tergolong paling disukai masyarakat penggemar wayang. Karena sifatnya yang ringan, banyak humor, berpetuah, dan ramai dalam sajian, serta diyakini akan membawa berkah kebaikan pada penanggap pasca mengadakan pergelaran wayang.
Rabu, 26 Mei 2010
Wisanggeni
Bambang Wisanggeni adalah nama seorang tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam wiracarita Mahabharata, karena merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. Ia dikenal sebagai putra Arjuna yang lahir dari seorang bidadari bernama Dresanala, putri Batara Brahma. Wisanggeni merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa. Ia dikenal pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.
Kelahiran
Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para dewa.
Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brahma menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.
Brahma yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak Batara Guru jadikan sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brahma pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.
Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brahma membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.
Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna "racun api". Hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brahma, sang dewa penguasa api. selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan Wisanggeni.
Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat kekacauan di kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya, karena ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang, leluhur Batara Guru. Batara Guru dan Batara Brahma akhirnya bertobat dan mengaku salah. Narada akhirnya bersedia kembali bertugas di kahyangan.
Wisanggeni kemudian datang ke Kerajaan Amarta meminta kepada Arjuna supaya diakui sebagai anak. Semula Arjuna menolak karena tidak percaya begitu saja. Terjadi perang tanding di mana Wisanggeni dapat mengalahkan Arjuna dan para Pandawa lainnya.
Setelah semuanya jelas, Arjuna pun berangkat menuju Kerajaan Tunggulmalaya, tempat tinggal Dewasrani. Melalui pertempuran seru, ia berhasil merebut Dresanala kembali.
Sifat dan Kesaktian
Secara fisik, Wisanggeni digambarkan sebagai pemuda yang terkesan angkuh. Namun hatinya baik dan suka menolong. Ia tidak tinggal di dunia bersama para Pandawa, melainkan berada di kahyangan Sanghyang Wenang, leluhur para dewa. Dalam hal berbicara, Wisanggeni tidak pernah menggunakan bahasa krama (bahasa Jawa halus) kepada siapa pun, kecuali kepada Sanghyang Wenang.
Kesaktian Wisanggeni dikisahkan melebihi putra-putra Pandawa lainnya, misalnya Antareja, Gatutkaca, ataupun Abimanyu. Sepupunya yang setara kesaktiannya hanya Antasena saja. Namun bedanya, Antasena bersifat polos dan lugu, sedangkan Wisanggeni cerdik dan penuh akal.
Kematian
Menjelang meletusnya perang Baratayuda, Wisanggeni dan Antasena naik ke Kahyangan Alang-alang Kumitir meminta restu kepada Sanghyang Wenang sebelum mereka bergabung di pihak Pandawa. Akan tetapi, Sanghyang Wenang telah meramalkan, pihak Pandawa justru akan mengalami kekalahan apabila Wisanggeni dan Antasena ikut bertempur.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya Wisanggeni dan Antasena memutuskan untuk tidak kembali ke perkemahan Pandawa. Keduanya rela menjadi tumbal demi kemenangan para Pandawa. Mereka pun mengheningkan cipta. Beberapa waktu kemudian keduanya pun mencapai moksa, musnah bersama jasad mereka.
Wisanggeni_Racut
Ketika Pandawa hendak bertempur melawan Korawa dalam Perang Bharatayuda, para dewa di kaendran Jonggring Saloka menuntut agar Wisanggeni dan Antasena harus tiada agar Pandawa menang di dalam peperangan itu. Pakem wayang ini memang agak unik dan sarat dengan piwulang yang amat luas pengertiannya.
Memang di dunia wayang, dua ksatria Pandawa yang tak mengenal tata krama atau tidak mampu berudanegara ini tak ada yang mampu melawan. Dengan kata lain tanpa tanding.
Antasena kerap disebut sebagai orang bambung, sementara Wisanggeni disebut sebagai orang edan. Antasena mempunyai senjata sungut, sementara Wisanggeni tak mempan segala senjata yang ada di dunia ini. Kedua-duanya mempunyai senjata yang terletak di mulutnya.
Dua ksatria ini lambang keluguan, lambang kesederhanaan, lambang kebersahajaan-prasaja. Ksatria ini juga simbol generasi muda yang ingin agar negaranya makmur, sejahtera, dan orangtuanya jaya di medan perang. Perang dalam hal ini adalah hidup di dunia ini.
Antasena lambang sebuah tekad generasi muda yang siap membedah bumi ibaratnya. Tekad baja dengan bekal semangat dan kekuatan yang luar biasa. Tetapi semuanya harus dikendalikan, diracut. Demikian pula Wisanggeni, raja api yang berkobar di dalam diri manusia, tak lain dan tak bukan adalah nafsu angkara murka untuk menguasai jagad ini mesti diracut, disirnakan.
Perang di jagad raya ini besarannya adalah perang melawan keangkaramurkaan, kedurjanaan. Namun di dalam hal yang lebih mikro, perang melawan nafsu, melawan sifat-sifat buruk manusia sendiri. Justru di sinilah perang sesungguhnya. Kalau perang melawan keburukan dunia itu gampang dimanifestasikan dalam gerakan moral, gerakan budaya, dan gerakan-gerakan yang lain. Tetapi perang melawan keburukan dan sifat diri yang jelek sulit untuk dimanifestasikan kecuali dengan diam, bertapa, berpuasa, bermatiraga.
Dua ksatria itu memang tidak mengenal udanegara, bukannya mereka tidak tahu, tetapi memang mempunyai tekad dan semangat yang ‘sundul langit’. Walau mereka lugu, tetapi dalam kehidupan perlu keluwesan, perlu strategi, dan perlu penguasaan pancaindera. Pandawa harus menang dengan kekuatan sendiri, tanpa dibantu oleh kekuatan yang luar biasa yang datang dari kekuatan lain. Kemenangan yang dihasilkan dengan kekuatan besar alias kekuasaan itu kemenangan yang wajar, kemenangan yang dipaksakan, bukan lantaran usaha sendiri dengan semangat dan perjuangan sendiri.
Sifat Antasena yang kadangkala terasa kebablasen, demikian pula Wisanggeni yang selalu dalam lindungan SangHyang Wenang harus dihentikan, diracut.
Orang Jawa Bilang ”Yen harsa sumurub urubing tirta, kendalenana taline mega”.
‘Urubing tirta’ merupakan manifestasi rasa, dituntut menahan dan mengendalikan nafsu. Manusia jadi ‘nglegena’ bukan tanpa keinginan, tetapi manusia harus pasrah-narima dan selalu mengalah-mengejar jalan Allah.(Sugeng WA)
Arti Nama Wisanggeni
Wisanggeni berarti bisanya api. berasal dari wisa = bisa dan geni = api. Tak peduli siapapun pasti dibakarnya. Musuh atau sodara, teman atau tetangga, kriteriannya hanya satu, yang dibicarakan adalah kebenaran, dan kebatilan adalah musuhnya.
Kelahiran Wisanggeni dalam jagad pewayangan adalah diluar kehendak dewa. Sebab Wisanggeni adalah manusia edan dalam arti yang sebenarnya. Wong edan ngomong kebenaran bukan pada tempatnya. Wong edan tidak peduli suasana dan siapa yang dihadapi. Wong edan tidak mengenal takut. Dan keedanan Wisanggeni tidak lebih dari ketakutan para dewa akan tuah yang dibawa.
=====
Dalam wiracarita Mahabharata, Wisanggeni adalah anak Arjuna dari Dewi Dresanala. Ia lahir karena Dresanala bersikukuh tidak menggugurkan kandungannya seperti tujuh bidadari yang juga hamil karena sebagai anugerah Dewa kepada Arjuna yang telah membebaskan kahyangan dari raksasa Niwatakawaca karena menginginkan Dewi Supraba.
Pada saat lahirnya, Wisanggeni membuat ontran-ontran di Kahyangan karena hendak dibunuh oleh kakeknya Batara Brama atas perintah Sang Hyang Giri Nata atau Batara Guru karena lahirnya Wisanggeni dianggap menyalahi kodrat. Tapi karena Wisanggeni adalah titisan Sang Hyang Wenang, dia luput dari bala tersebut.
Wisanggeni tumbuh dibesarkan oleh Batara Baruna (Dewa Penguasa Lauatan) dan Hyang Antaboga (Rajanya Ular yang tinggal di dasar bumi), yang menjadikan Wisanggeni punya kemampuan yang luar biasa. Di jagat pewayangan, dia bisa terbang seperti Gatotkaca dan masuk ke bumi seperti Antareja dan hidup di laut seperti Antasena.
Wisanggeni tinggal di Kahyangan Daksinapati bersama ibunya. Dan meninggal menjelang perang Bharatayuddha bersama Antasena atas permintaan Batara Kresna sebagai tumbal untuk kemenangan Pandawa atas perang tersebut.
Karakter Wisanggeni adalah mungkak kromo (tidak menggunakan bahasa kromo ketika bicara dengan siapapun) seperti halnya Bima. Dan dia punya kemampuan Weruh sadurungin winarah (mampu melihat hal yang belum terjadi).
=====
Syahdan lahirlah Bambang Wisanggeni di pertapaan Kendalisada, tempat Resi Mayangkara…
Dia berwajah tampan dan digariskan berwatak sahaja.
Lalu, bagaimanakah isi hati Wisanggeni? yang kelahirannya dituding menyelahi kodrat, sehingga Bethara Brama, sang kakek pun tega hendak mengambil nyawa nya.
Siapakah yang hendak dipersalahkan? Apakah ibu Dresanala? Perempuan dewi yang semata-mata memberi penghargaan tinggi kepada hidup jabang bayi Wisanggeni, sehingga bersikukuh menolak untuk menggugurkan kandungannya. Ataukah Sang Mintaraga atau Arjuna yang menanam benih di rahim ketujuh Dewi Kahyangan sebagai anugerah dari Sang Hyang Manikmaya, karena jasanya membebaskan kahyangan dari Prabu Winatakaca yang menginginkan Dewi Supraba?
Tiada yang berani menghakimi, namun bentuk kesalahan kodrat itulah yang harus dibinasakan, meski akhirnya gagal karena Wisanggengi dalam lindungan Sang Hyang Wenang.
Barangkali luka di hati yang tetap berakar menjadi energi yang menjadikannya satria berkemampuan luar biasa. Di bawah asuhan Sang Hyang Antaboga dan Bethara Baruna, Wisanggeni sanggup terbang layaknya Gatutkaca, ambles bumi seperti Antareja, dan berkubang tenang di lautan menandingi Antasena.
Satria Pandhawa yang mempunyai sifat mungkak kromo atau tidak mau berbahasa halus pada siapapun termasuk pada Sang Bethara Guru ini tiada tandingan dan tiada yang mampu melawan. Seringkali dicap sebagai “wong edan” karena tak mempan senjata apapun di dunia ini. Barangkali karena itulah, kematiannya dikehendaki seluruh dewa-dewa di kahyangan, dimana tekad baja dan semangat kekuatan luar biasanya kelak akan dapat membinasakan Pandhawa yang menang atas Kurawa.
Meski ia termasuk golongan weruh sakdurunge winarah (mampu melihat sebelum terjadi), tetap juga Wisanggeni menjalani takdirnya kemudian: Menjadi tumbal kemenangan Pandhawa. Sang satria Wisanggeni mati di tangan Bala Kurawa dengan legowo.
Entah semiris apa kidung Megatruh yang ditiupkan saat Wisanggeni meregang nyawa, memenuhi permintaan para dewa di kaendran Jonggring Saloka yang dititahkan pada Kresna, sebagai prasyarat kemenangan Pandhawa. Jasadnya moksa sesuai kehendak Sang Hyang Wenang.
Kahyangan Daksinapati tempat Dewi Dresanala mengasuh dan membuai Wisanggeni menangis.. menangis.. meratapi takdir yang pada akhirnya tetap terjadi…
======
Wisanggeni adalah anak dari arjuna dengan dewi dresnala. sejak lahir merupakan simbol perlawanan terhadap kebhatilan. berani menentang keputusan bhatara guru yang terkadang dipengaruhi oleh dewi durga sehingga sering merugikan pandawa. sebelum datangnya wisanggeni yang sering protes ke langit jika pandawa di buat cilaka oleh dewata adalah aki semar.
Setelah wisanggeni lahir maka wisanggenilah yang sering menggebuk para dewa jika mereka melakukan kesalahan dan ketak adilan pada para pandawa. wisanggeni memiliki kewaskitaan yang sama dengan sri kresna. di gagrak wayang banyumas sering yang menyelesaikan masalah anak anak pandawa bukan sri rkesna tapi wisanggeni. disini digambarkan wisanggeni adalah gabungan sipat sipat yang luar biasa, cerdas, mengetahui masa depan, sakti seperti dewa, tapi ngoko dan tak berbahasa halus walo dialeganya halus (disini bedanya wisanggeni dengan antasena, sama sama ngoko tapi dialeg antasena kasar, sementara dialeh wisanggeni halus), dan juga wisanggeni itu pandai berdiplomatik dan tak cepet naik darah, bisa mengikuti strategi yg dibuatnya sehingga sering dijadikan pemimpin oleh anak anak pandawa.
Wisanggeni sangat sakti, bhatara guru saja kalah oleh wisanggeni. dalam cerita kelahiran wisanggeni bhatara guru sampe lari ke dunia karena di kayangan semua dewa di buat babak belur oleh wisanggeni. wisanggeni lahir dan besar seketika di tengah api kawah candradimuka. dan langsung dimomong oleh aki semar badranaya.
Kematianya?nah ini dia. ada yg bilang wisanggeni di masukan alam jin. yang pernah saya liat lakonya adalah. wisanggeni dan antasena di jadikan wiji kembali oleh hyang bhatara wenang. sebagai bentuk wujud bhakti untuk kemenangan pandawa.
======
Pemuda tampan berambut lurus…….
Mengapa kau sembunyikan tampan wajahmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunyikan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh…?
Wisanggeni ….., begitulah nama yang diberikan Sri Kresna
Dia telah dilahirkan….. Tangis pertamanya mengguntur bergulung – gulung menembus keheningan langit dan gunung
Menghentak ketentraman, mencabut kemapanan jagat seolah tak terbendung
Duh jabang memerah……sungguh tampan tiada terkira…..
Terlahir dari rahim Dewi Dresanala sang Dewi dari Khayangan
Dalam peluk perlindungan Hanoman raja segala kera.
Tidak dalam peluk Ayahanda tercinta, Arjuna putra Pandawa…
Ditiup ubun-ubun dengan mantra sakti Hanoman sebagai pelindung jiwa
Kekuatan mahasakti mana lagikah yang mampu menembus mantra pelindung….?
Mengambil wisanggeni dalam lelap tidur berselimut daun talas
Kemana si Jabang bayi lenyap …..?, dibawa lari cahaya putih dalam sekejap….
Tak terbayang maha kemarahan Hanoman…..
Diatas keluasan samudera…,
Batara Brama dalam gundah gulana……
Betapa berat tugas yang diemban…
Menghilangkan Wisanggeni dari peradaban…
”Duh Batara Guru….., tak mengertikah….,tolakan jiwa yang ada…..?”
”Duh batara Guru……, tak mengertikan…., Wisanggeni adalah cucu dicinta…..?”
Lalu…dengan berkaca kaca….
Dilepas jabang memerah dari atas langit samudera….
”Keluarlah dari peradaban..lenyaplah dari simpangan kodrat…., Biarlah samudera luas menjadi kubur bagimu cucuku…..”
Sungguh..
Sebagai titisan Sang Hyang Wenang…….
Samuderapun seolah menyingkap…., dan batara baruna penguasa semua lautan menangkap….
Wisanggeni tumbuh dalam bimbingan Batara baruna dan Antaboga (raja segala ular)
Pemuda tampan berambut lurus……
Mengapa kau sembunyikan wajah tampanmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunykan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh..?
Dan hari harimu adalah pelarian….., pertempuran….., perlawanan…..diburu dan terus diburu……..
Seperti air yang mengalir tak berhenti…, datang berulang berganti ganti….
Begitu sabda Batara Guru…..
Yang menyalahi kodrat merusak tatanan
yang menyalahi kodrat harus ditiadakan
Betapa lelah………
Duh batara jagat dewata……
Mengapakah aku harus ditiadakan, atas kodrat yang tidak pernah aku pilih…?
Sungguh Wisanggeni tak mengerti. …
Ber Ayah Arjuna manusia, beribu Dewi Darsanala dari Sang Hyang jagat Dewa dewi…
Lantaran Sang Manusia dan Dewi…., tak sepantasnya berlahir Anak.
Pakem yang menyinggung harkat tertinggi kemanusiaan Arjuna….
Justru dibiarkanya Sang Dewi Hamil dan dibawa lari turun ke alam manusia….
Sungguh bukan mau Wisanggeni terlahir menyalahi kodrat…
Sungguh bukan mau Wisanggeni membalik tatanan…
Sungguh tak Mengerti, jika Wisanggeni harus ditiadakan….
Lalu kenapakah Sang batara Guru, menghadirkan Dewi Dresanala dalam sisian hidup Arjuna…?
Apakah karena Arjuna telah mengalahkan Raksasa Niwatakacana yang mengobrak obrik Khayangan karena menginginkan Dewi Supraba..?.
Tapi Mengapakah Hanya boleh Bersanding namun tidak boleh bertalian……
Duh Biyung…….., dalam lelah setiap pertempuranya..
Selalu Wisanggeni tak mengerti…….
Kenapa Putera Arjuna ini selalu diburu…dan diburu oleh para Utusan Dewa.
Sungguh bukankah Dewa adalah pengatur dan pelindung segala….
Siapakah yang membuat kodrat …. dan siapakah yang menyalahi kodrat..?
(Pada Akhir cerita……., Wisanggeni…mati bersama sang Antasena menjadi tumbal untuk kemengan Pandawa dalam perang Bharatayudha…..
Dalam pewayangan Wisanggeni adalah maha kesaktian, bisa terbang laksana Gatotkaca, menembus bumi laksana Antareja, dan hidup di lautan laksana Antasena…..)
Bimasena, Wisanggeni dan Antasena
Wisanggeni adalah wayangisasi ilmu pengetahuan. Ilmu itu hakikatnya adalah kebenaran. Kebenaran adalah netral. Tapi juga kurang ajar pada segala macam kedok, bungkus, baju dan selimut. Bila kebenaran telah mengungkap baju dan selimut atau menelanjangi bungkus dan kedok, maka kesannya jadi kekurangajaran. Sebab para pemakai kedok dan bungkus sudah barang tentu bermaksud menyembunyikan keasliannya. Maka wayang Wisanggeni tak kenal tatakrama dan basa-basi. Selalu clandakan dalam berbicara kepada siapapun. Stel yakin dengan kepala tengadah dan selalu berkacak pinggang.
Bimasena wayang lambang teknologi. Sesuatu yang juga menggambarkan kebenaran dari sisi hasil nalar dan rekayasa. Bukan hanya rekadaya. Membawa watak jujur. Asal prasyarat dipenuhi, maka akan begitulah prosedurnya. Dengan bahan apapun yang berupa kacang-kacangan setengah mateng, maka kalau dekat dengan cendawan Rhizopus, ya akan menempe. Maka Bimasena dikesankan berwatak tegas, teguh dan tegar. Pendiam tapi bisa kejam, karena memang harus begitu. Bimasena juga tak kenal tatakrama dan basa-basi. Dia hanya hormat pada jatidirinya, Dewaruci yang menjiwai Bimasuci.
Antasena adalah anak bungsu Bimasena dari dewi Udang, Dewi Urang Ayu derivate dewa laut, Baruna. Anda semua tahu, apa yang ada dikepala Udang? Haha, dialah lambang seni. Sak kepenake. Sering dijadikan idola dalang-dalang ‘gagrak’ Ngayogyakartan. Tak punya pakem blas! Tidak kenal basa-basi. Tanpa pernah berkacak pinggang. Berpostur gagah seperti bapaknya, tetapi kalau berjalan malah njrunthul seperti Sangkuni. Bila perlu, dalam berperang di pagelaran wayang, tak usah diiringi gamelan. Karena dia sendirilah gamelan itu. Seni boleh ngawur kan? Boleh pula dia mematikan dan menghidupkan lagi lawannya.
Tapi nasib dua saudara sepupu, Wisanggeni – Antasena, memang tragis. Menjelang Bharatayudha, malah pilih nyemplung kawah condrodimuko, kena akal bulus penasihat Pandawa, Sri Kresna. Tidak mampu melihat kebenaran yang terbungkus kelicikan! Akhirnya Ilmu dan Seni harus menyingkir dari peperangan. Ya Ilmu dan Seni jelas tidak terliat dalam peperangan jenis apa pun! Menyerahkan semua pada Teknologi. Dan Bimasenalah yang menghabisi 98 Kurawa bersaudara. Semua Kurawa tumpas olehnya seorang, kecuali Kartamarma dan Dursilawati….
Kelahiran
Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para dewa.
Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brahma menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.
Brahma yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak Batara Guru jadikan sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brahma pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.
Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brahma membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.
Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna "racun api". Hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brahma, sang dewa penguasa api. selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan Wisanggeni.
Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat kekacauan di kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya, karena ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang, leluhur Batara Guru. Batara Guru dan Batara Brahma akhirnya bertobat dan mengaku salah. Narada akhirnya bersedia kembali bertugas di kahyangan.
Wisanggeni kemudian datang ke Kerajaan Amarta meminta kepada Arjuna supaya diakui sebagai anak. Semula Arjuna menolak karena tidak percaya begitu saja. Terjadi perang tanding di mana Wisanggeni dapat mengalahkan Arjuna dan para Pandawa lainnya.
Setelah semuanya jelas, Arjuna pun berangkat menuju Kerajaan Tunggulmalaya, tempat tinggal Dewasrani. Melalui pertempuran seru, ia berhasil merebut Dresanala kembali.
Sifat dan Kesaktian
Secara fisik, Wisanggeni digambarkan sebagai pemuda yang terkesan angkuh. Namun hatinya baik dan suka menolong. Ia tidak tinggal di dunia bersama para Pandawa, melainkan berada di kahyangan Sanghyang Wenang, leluhur para dewa. Dalam hal berbicara, Wisanggeni tidak pernah menggunakan bahasa krama (bahasa Jawa halus) kepada siapa pun, kecuali kepada Sanghyang Wenang.
Kesaktian Wisanggeni dikisahkan melebihi putra-putra Pandawa lainnya, misalnya Antareja, Gatutkaca, ataupun Abimanyu. Sepupunya yang setara kesaktiannya hanya Antasena saja. Namun bedanya, Antasena bersifat polos dan lugu, sedangkan Wisanggeni cerdik dan penuh akal.
Kematian
Menjelang meletusnya perang Baratayuda, Wisanggeni dan Antasena naik ke Kahyangan Alang-alang Kumitir meminta restu kepada Sanghyang Wenang sebelum mereka bergabung di pihak Pandawa. Akan tetapi, Sanghyang Wenang telah meramalkan, pihak Pandawa justru akan mengalami kekalahan apabila Wisanggeni dan Antasena ikut bertempur.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya Wisanggeni dan Antasena memutuskan untuk tidak kembali ke perkemahan Pandawa. Keduanya rela menjadi tumbal demi kemenangan para Pandawa. Mereka pun mengheningkan cipta. Beberapa waktu kemudian keduanya pun mencapai moksa, musnah bersama jasad mereka.
Wisanggeni_Racut
Ketika Pandawa hendak bertempur melawan Korawa dalam Perang Bharatayuda, para dewa di kaendran Jonggring Saloka menuntut agar Wisanggeni dan Antasena harus tiada agar Pandawa menang di dalam peperangan itu. Pakem wayang ini memang agak unik dan sarat dengan piwulang yang amat luas pengertiannya.
Memang di dunia wayang, dua ksatria Pandawa yang tak mengenal tata krama atau tidak mampu berudanegara ini tak ada yang mampu melawan. Dengan kata lain tanpa tanding.
Antasena kerap disebut sebagai orang bambung, sementara Wisanggeni disebut sebagai orang edan. Antasena mempunyai senjata sungut, sementara Wisanggeni tak mempan segala senjata yang ada di dunia ini. Kedua-duanya mempunyai senjata yang terletak di mulutnya.
Dua ksatria ini lambang keluguan, lambang kesederhanaan, lambang kebersahajaan-prasaja. Ksatria ini juga simbol generasi muda yang ingin agar negaranya makmur, sejahtera, dan orangtuanya jaya di medan perang. Perang dalam hal ini adalah hidup di dunia ini.
Antasena lambang sebuah tekad generasi muda yang siap membedah bumi ibaratnya. Tekad baja dengan bekal semangat dan kekuatan yang luar biasa. Tetapi semuanya harus dikendalikan, diracut. Demikian pula Wisanggeni, raja api yang berkobar di dalam diri manusia, tak lain dan tak bukan adalah nafsu angkara murka untuk menguasai jagad ini mesti diracut, disirnakan.
Perang di jagad raya ini besarannya adalah perang melawan keangkaramurkaan, kedurjanaan. Namun di dalam hal yang lebih mikro, perang melawan nafsu, melawan sifat-sifat buruk manusia sendiri. Justru di sinilah perang sesungguhnya. Kalau perang melawan keburukan dunia itu gampang dimanifestasikan dalam gerakan moral, gerakan budaya, dan gerakan-gerakan yang lain. Tetapi perang melawan keburukan dan sifat diri yang jelek sulit untuk dimanifestasikan kecuali dengan diam, bertapa, berpuasa, bermatiraga.
Dua ksatria itu memang tidak mengenal udanegara, bukannya mereka tidak tahu, tetapi memang mempunyai tekad dan semangat yang ‘sundul langit’. Walau mereka lugu, tetapi dalam kehidupan perlu keluwesan, perlu strategi, dan perlu penguasaan pancaindera. Pandawa harus menang dengan kekuatan sendiri, tanpa dibantu oleh kekuatan yang luar biasa yang datang dari kekuatan lain. Kemenangan yang dihasilkan dengan kekuatan besar alias kekuasaan itu kemenangan yang wajar, kemenangan yang dipaksakan, bukan lantaran usaha sendiri dengan semangat dan perjuangan sendiri.
Sifat Antasena yang kadangkala terasa kebablasen, demikian pula Wisanggeni yang selalu dalam lindungan SangHyang Wenang harus dihentikan, diracut.
Orang Jawa Bilang ”Yen harsa sumurub urubing tirta, kendalenana taline mega”.
‘Urubing tirta’ merupakan manifestasi rasa, dituntut menahan dan mengendalikan nafsu. Manusia jadi ‘nglegena’ bukan tanpa keinginan, tetapi manusia harus pasrah-narima dan selalu mengalah-mengejar jalan Allah.(Sugeng WA)
Arti Nama Wisanggeni
Wisanggeni berarti bisanya api. berasal dari wisa = bisa dan geni = api. Tak peduli siapapun pasti dibakarnya. Musuh atau sodara, teman atau tetangga, kriteriannya hanya satu, yang dibicarakan adalah kebenaran, dan kebatilan adalah musuhnya.
Kelahiran Wisanggeni dalam jagad pewayangan adalah diluar kehendak dewa. Sebab Wisanggeni adalah manusia edan dalam arti yang sebenarnya. Wong edan ngomong kebenaran bukan pada tempatnya. Wong edan tidak peduli suasana dan siapa yang dihadapi. Wong edan tidak mengenal takut. Dan keedanan Wisanggeni tidak lebih dari ketakutan para dewa akan tuah yang dibawa.
=====
Dalam wiracarita Mahabharata, Wisanggeni adalah anak Arjuna dari Dewi Dresanala. Ia lahir karena Dresanala bersikukuh tidak menggugurkan kandungannya seperti tujuh bidadari yang juga hamil karena sebagai anugerah Dewa kepada Arjuna yang telah membebaskan kahyangan dari raksasa Niwatakawaca karena menginginkan Dewi Supraba.
Pada saat lahirnya, Wisanggeni membuat ontran-ontran di Kahyangan karena hendak dibunuh oleh kakeknya Batara Brama atas perintah Sang Hyang Giri Nata atau Batara Guru karena lahirnya Wisanggeni dianggap menyalahi kodrat. Tapi karena Wisanggeni adalah titisan Sang Hyang Wenang, dia luput dari bala tersebut.
Wisanggeni tumbuh dibesarkan oleh Batara Baruna (Dewa Penguasa Lauatan) dan Hyang Antaboga (Rajanya Ular yang tinggal di dasar bumi), yang menjadikan Wisanggeni punya kemampuan yang luar biasa. Di jagat pewayangan, dia bisa terbang seperti Gatotkaca dan masuk ke bumi seperti Antareja dan hidup di laut seperti Antasena.
Wisanggeni tinggal di Kahyangan Daksinapati bersama ibunya. Dan meninggal menjelang perang Bharatayuddha bersama Antasena atas permintaan Batara Kresna sebagai tumbal untuk kemenangan Pandawa atas perang tersebut.
Karakter Wisanggeni adalah mungkak kromo (tidak menggunakan bahasa kromo ketika bicara dengan siapapun) seperti halnya Bima. Dan dia punya kemampuan Weruh sadurungin winarah (mampu melihat hal yang belum terjadi).
=====
Syahdan lahirlah Bambang Wisanggeni di pertapaan Kendalisada, tempat Resi Mayangkara…
Dia berwajah tampan dan digariskan berwatak sahaja.
Lalu, bagaimanakah isi hati Wisanggeni? yang kelahirannya dituding menyelahi kodrat, sehingga Bethara Brama, sang kakek pun tega hendak mengambil nyawa nya.
Siapakah yang hendak dipersalahkan? Apakah ibu Dresanala? Perempuan dewi yang semata-mata memberi penghargaan tinggi kepada hidup jabang bayi Wisanggeni, sehingga bersikukuh menolak untuk menggugurkan kandungannya. Ataukah Sang Mintaraga atau Arjuna yang menanam benih di rahim ketujuh Dewi Kahyangan sebagai anugerah dari Sang Hyang Manikmaya, karena jasanya membebaskan kahyangan dari Prabu Winatakaca yang menginginkan Dewi Supraba?
Tiada yang berani menghakimi, namun bentuk kesalahan kodrat itulah yang harus dibinasakan, meski akhirnya gagal karena Wisanggengi dalam lindungan Sang Hyang Wenang.
Barangkali luka di hati yang tetap berakar menjadi energi yang menjadikannya satria berkemampuan luar biasa. Di bawah asuhan Sang Hyang Antaboga dan Bethara Baruna, Wisanggeni sanggup terbang layaknya Gatutkaca, ambles bumi seperti Antareja, dan berkubang tenang di lautan menandingi Antasena.
Satria Pandhawa yang mempunyai sifat mungkak kromo atau tidak mau berbahasa halus pada siapapun termasuk pada Sang Bethara Guru ini tiada tandingan dan tiada yang mampu melawan. Seringkali dicap sebagai “wong edan” karena tak mempan senjata apapun di dunia ini. Barangkali karena itulah, kematiannya dikehendaki seluruh dewa-dewa di kahyangan, dimana tekad baja dan semangat kekuatan luar biasanya kelak akan dapat membinasakan Pandhawa yang menang atas Kurawa.
Meski ia termasuk golongan weruh sakdurunge winarah (mampu melihat sebelum terjadi), tetap juga Wisanggeni menjalani takdirnya kemudian: Menjadi tumbal kemenangan Pandhawa. Sang satria Wisanggeni mati di tangan Bala Kurawa dengan legowo.
Entah semiris apa kidung Megatruh yang ditiupkan saat Wisanggeni meregang nyawa, memenuhi permintaan para dewa di kaendran Jonggring Saloka yang dititahkan pada Kresna, sebagai prasyarat kemenangan Pandhawa. Jasadnya moksa sesuai kehendak Sang Hyang Wenang.
Kahyangan Daksinapati tempat Dewi Dresanala mengasuh dan membuai Wisanggeni menangis.. menangis.. meratapi takdir yang pada akhirnya tetap terjadi…
======
Wisanggeni adalah anak dari arjuna dengan dewi dresnala. sejak lahir merupakan simbol perlawanan terhadap kebhatilan. berani menentang keputusan bhatara guru yang terkadang dipengaruhi oleh dewi durga sehingga sering merugikan pandawa. sebelum datangnya wisanggeni yang sering protes ke langit jika pandawa di buat cilaka oleh dewata adalah aki semar.
Setelah wisanggeni lahir maka wisanggenilah yang sering menggebuk para dewa jika mereka melakukan kesalahan dan ketak adilan pada para pandawa. wisanggeni memiliki kewaskitaan yang sama dengan sri kresna. di gagrak wayang banyumas sering yang menyelesaikan masalah anak anak pandawa bukan sri rkesna tapi wisanggeni. disini digambarkan wisanggeni adalah gabungan sipat sipat yang luar biasa, cerdas, mengetahui masa depan, sakti seperti dewa, tapi ngoko dan tak berbahasa halus walo dialeganya halus (disini bedanya wisanggeni dengan antasena, sama sama ngoko tapi dialeg antasena kasar, sementara dialeh wisanggeni halus), dan juga wisanggeni itu pandai berdiplomatik dan tak cepet naik darah, bisa mengikuti strategi yg dibuatnya sehingga sering dijadikan pemimpin oleh anak anak pandawa.
Wisanggeni sangat sakti, bhatara guru saja kalah oleh wisanggeni. dalam cerita kelahiran wisanggeni bhatara guru sampe lari ke dunia karena di kayangan semua dewa di buat babak belur oleh wisanggeni. wisanggeni lahir dan besar seketika di tengah api kawah candradimuka. dan langsung dimomong oleh aki semar badranaya.
Kematianya?nah ini dia. ada yg bilang wisanggeni di masukan alam jin. yang pernah saya liat lakonya adalah. wisanggeni dan antasena di jadikan wiji kembali oleh hyang bhatara wenang. sebagai bentuk wujud bhakti untuk kemenangan pandawa.
======
Pemuda tampan berambut lurus…….
Mengapa kau sembunyikan tampan wajahmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunyikan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh…?
Wisanggeni ….., begitulah nama yang diberikan Sri Kresna
Dia telah dilahirkan….. Tangis pertamanya mengguntur bergulung – gulung menembus keheningan langit dan gunung
Menghentak ketentraman, mencabut kemapanan jagat seolah tak terbendung
Duh jabang memerah……sungguh tampan tiada terkira…..
Terlahir dari rahim Dewi Dresanala sang Dewi dari Khayangan
Dalam peluk perlindungan Hanoman raja segala kera.
Tidak dalam peluk Ayahanda tercinta, Arjuna putra Pandawa…
Ditiup ubun-ubun dengan mantra sakti Hanoman sebagai pelindung jiwa
Kekuatan mahasakti mana lagikah yang mampu menembus mantra pelindung….?
Mengambil wisanggeni dalam lelap tidur berselimut daun talas
Kemana si Jabang bayi lenyap …..?, dibawa lari cahaya putih dalam sekejap….
Tak terbayang maha kemarahan Hanoman…..
Diatas keluasan samudera…,
Batara Brama dalam gundah gulana……
Betapa berat tugas yang diemban…
Menghilangkan Wisanggeni dari peradaban…
”Duh Batara Guru….., tak mengertikah….,tolakan jiwa yang ada…..?”
”Duh batara Guru……, tak mengertikan…., Wisanggeni adalah cucu dicinta…..?”
Lalu…dengan berkaca kaca….
Dilepas jabang memerah dari atas langit samudera….
”Keluarlah dari peradaban..lenyaplah dari simpangan kodrat…., Biarlah samudera luas menjadi kubur bagimu cucuku…..”
Sungguh..
Sebagai titisan Sang Hyang Wenang…….
Samuderapun seolah menyingkap…., dan batara baruna penguasa semua lautan menangkap….
Wisanggeni tumbuh dalam bimbingan Batara baruna dan Antaboga (raja segala ular)
Pemuda tampan berambut lurus……
Mengapa kau sembunyikan wajah tampanmu dalam caping besar…?
Mengapa kau sembunykan gagah tubuhmu dalam kasut lusuh..?
Dan hari harimu adalah pelarian….., pertempuran….., perlawanan…..diburu dan terus diburu……..
Seperti air yang mengalir tak berhenti…, datang berulang berganti ganti….
Begitu sabda Batara Guru…..
Yang menyalahi kodrat merusak tatanan
yang menyalahi kodrat harus ditiadakan
Betapa lelah………
Duh batara jagat dewata……
Mengapakah aku harus ditiadakan, atas kodrat yang tidak pernah aku pilih…?
Sungguh Wisanggeni tak mengerti. …
Ber Ayah Arjuna manusia, beribu Dewi Darsanala dari Sang Hyang jagat Dewa dewi…
Lantaran Sang Manusia dan Dewi…., tak sepantasnya berlahir Anak.
Pakem yang menyinggung harkat tertinggi kemanusiaan Arjuna….
Justru dibiarkanya Sang Dewi Hamil dan dibawa lari turun ke alam manusia….
Sungguh bukan mau Wisanggeni terlahir menyalahi kodrat…
Sungguh bukan mau Wisanggeni membalik tatanan…
Sungguh tak Mengerti, jika Wisanggeni harus ditiadakan….
Lalu kenapakah Sang batara Guru, menghadirkan Dewi Dresanala dalam sisian hidup Arjuna…?
Apakah karena Arjuna telah mengalahkan Raksasa Niwatakacana yang mengobrak obrik Khayangan karena menginginkan Dewi Supraba..?.
Tapi Mengapakah Hanya boleh Bersanding namun tidak boleh bertalian……
Duh Biyung…….., dalam lelah setiap pertempuranya..
Selalu Wisanggeni tak mengerti…….
Kenapa Putera Arjuna ini selalu diburu…dan diburu oleh para Utusan Dewa.
Sungguh bukankah Dewa adalah pengatur dan pelindung segala….
Siapakah yang membuat kodrat …. dan siapakah yang menyalahi kodrat..?
(Pada Akhir cerita……., Wisanggeni…mati bersama sang Antasena menjadi tumbal untuk kemengan Pandawa dalam perang Bharatayudha…..
Dalam pewayangan Wisanggeni adalah maha kesaktian, bisa terbang laksana Gatotkaca, menembus bumi laksana Antareja, dan hidup di lautan laksana Antasena…..)
Bimasena, Wisanggeni dan Antasena
Wisanggeni adalah wayangisasi ilmu pengetahuan. Ilmu itu hakikatnya adalah kebenaran. Kebenaran adalah netral. Tapi juga kurang ajar pada segala macam kedok, bungkus, baju dan selimut. Bila kebenaran telah mengungkap baju dan selimut atau menelanjangi bungkus dan kedok, maka kesannya jadi kekurangajaran. Sebab para pemakai kedok dan bungkus sudah barang tentu bermaksud menyembunyikan keasliannya. Maka wayang Wisanggeni tak kenal tatakrama dan basa-basi. Selalu clandakan dalam berbicara kepada siapapun. Stel yakin dengan kepala tengadah dan selalu berkacak pinggang.
Bimasena wayang lambang teknologi. Sesuatu yang juga menggambarkan kebenaran dari sisi hasil nalar dan rekayasa. Bukan hanya rekadaya. Membawa watak jujur. Asal prasyarat dipenuhi, maka akan begitulah prosedurnya. Dengan bahan apapun yang berupa kacang-kacangan setengah mateng, maka kalau dekat dengan cendawan Rhizopus, ya akan menempe. Maka Bimasena dikesankan berwatak tegas, teguh dan tegar. Pendiam tapi bisa kejam, karena memang harus begitu. Bimasena juga tak kenal tatakrama dan basa-basi. Dia hanya hormat pada jatidirinya, Dewaruci yang menjiwai Bimasuci.
Antasena adalah anak bungsu Bimasena dari dewi Udang, Dewi Urang Ayu derivate dewa laut, Baruna. Anda semua tahu, apa yang ada dikepala Udang? Haha, dialah lambang seni. Sak kepenake. Sering dijadikan idola dalang-dalang ‘gagrak’ Ngayogyakartan. Tak punya pakem blas! Tidak kenal basa-basi. Tanpa pernah berkacak pinggang. Berpostur gagah seperti bapaknya, tetapi kalau berjalan malah njrunthul seperti Sangkuni. Bila perlu, dalam berperang di pagelaran wayang, tak usah diiringi gamelan. Karena dia sendirilah gamelan itu. Seni boleh ngawur kan? Boleh pula dia mematikan dan menghidupkan lagi lawannya.
Tapi nasib dua saudara sepupu, Wisanggeni – Antasena, memang tragis. Menjelang Bharatayudha, malah pilih nyemplung kawah condrodimuko, kena akal bulus penasihat Pandawa, Sri Kresna. Tidak mampu melihat kebenaran yang terbungkus kelicikan! Akhirnya Ilmu dan Seni harus menyingkir dari peperangan. Ya Ilmu dan Seni jelas tidak terliat dalam peperangan jenis apa pun! Menyerahkan semua pada Teknologi. Dan Bimasenalah yang menghabisi 98 Kurawa bersaudara. Semua Kurawa tumpas olehnya seorang, kecuali Kartamarma dan Dursilawati….
Selasa, 25 Mei 2010
W A Y A N G
Pindahnya Keraton Kasunanan dari Kartasura ke Desa Solo (sekarang Surakarta) membawa perkembangan juga dalam seni pewayangan. Seni pewayangan yang merupakan seni pakeliran dengan tokoh utamanya Ki Dalang adalah suatu bentuk seni gabungan antara unsur seni tatah sungging (seni rupa) dengan menampilkan tokoh wayangnya yang diiringi dengan gending/irama gamelan, diwarnai dialog (antawacana), menyajikan lakon dan pitutur/petunjuk hidup manusia dalam falsafah.
Seni pewayangan dapat digelar dalam bentuk Wayang Kulit Purwa, dilatar-belakangi layar/kelir dengan pokok cerita yang sumbernya dari Mahabharata dan Ramayana, berasal dari India. Namun ada juga pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon cerita yang di petik dari ajaran Budha, seperti cerita yang berkaitan dengan upacara ruwatan (pensucian diri manusia). Pagelaran wayang kulit purwa biasanya memakan waktu semalam suntuk.
Semasa Sri Susuhunan X di Solo didirikan tempat pementasan Wayang Orang, yaitu di Sriwedari yang merupakan bentuk pewayangan panggung dengan pemainnya terdiri dari orang-orang yang memerankan tokoh-tokoh wayang. Baik cerita maupun dialognya dilakukan oleh masing-masing pemain itu sendiri. Pagelaran ini diselenggarakan rutin setiap malam. Bentuk variasi wayang lainnya yaitu wayang Golek yang wayangnya terdiri dari boneka kayu.
Seniman cina yang berada di Solo juga kadang menggelar wayang golek cina yang disebut Wayang Potehi. Dengan cerita dari negeri Cina serta iringan musiknya khas cina.
Ada juga Wayang Beber yang dalam bentuknya merupakan lembaran kain yang dilukis dan diceritakan oleh sang Dalang, yang ceritanya berkisar mengenai Keraton Kediri, Ngurawan, Singasari (lakon Panji).
Wayang Klitik adalah jenis pewayangan yang media tokohnya terbuat dari kayu, ceritanya diambil dari babat Majapahit akhir (cerita Dhamarwulan).
Dulu terkadang "wong Solo" memanfaatkan waktu senggangnya membuat wayang dari rumput, disebut Wayang Rumput
Orang jawa mempunyai jenis kesenian tradisional yang bisa hidup dan berkembang hingga kini dan mampu menyentuh hati sanubari dan menggetarkan jiwa, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang jawa merupakan sibolisme pandangan-pandangan hidup orang jawa mengenai hal-hal kehidupan.
Dalam wayang seolah-olah orang jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara konkrit. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tetentu.
Konsepsi-konsepsi tersebut tersusun menjadi nilai nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur cerita-ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan manusia jawa dengan manusia lain.
Pertunjukkan wayang terutama wayang kulit sering dikaitkan dengan upacara adat: perkawinan, selamatan kelahiran bayi, pindahan rumah, sunatan, dll, dan biasanya disajikan dalam cerita-cerita yang memaknai hajatan dimaksud, misalnya dalam hajatan perkawinan cerita yang diambil "Parto Krama" (perkawinan Arjuna), hajatan kelahiran ditampilkan cerita Abimanyu lahir, pembersihan desa mengambil cerita "Murwa Kala/Ruwatan"
KHUSUS WAYANG PURWA
Wayang purwa adalah bagian dari beberapa macam yang ada, diantaranya wayang gedog, wayang madya, wayang klitik purwa, wayang wahyu, wayang wahono dan sebagainya.
Wayang purwa sudah ada beberapa ratus tahun yang lalu dimana wayang timbul pertama fungsinya sebagai upacara menyembah roh nenek moyang. Jadi merupakan upacara khusus yang dilakukan nenek moyang untuk mengenang arwah para leluhur. Bentuk wayang masih sangat sederhana yang dipentingkan bukan bentuk wayang tetapi bayangan dari wayangan tersebut.
Perkembangan jaman dan budaya manusia selalu berkembang wayang ikut pula dipengaruhi bentuk wayangpun berubah, misalnya, bentuk mata wayang seperti bentuk mata manusia, tangan berkabung menjadi satu dengan badannya. Hal ini dipandang kurang enak maka tangan wayang dipisah, untuk selanjutnya diberi pewarna.
Perkembangan wayang pesat pada jaman para wali, diantaranya Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan yang lain ikut merubah bentuk wayang sehingga menjadi lebih indah bentuknya.
Langkah penyempurnaan di jaman Sultan Agung Hanyakrakusuma, jaman kerajaan Pajang, kerajaan Surakarta, jaman Pakubuwono banyak sekali menyempurnakan bentuk wayang sehingga tercipta bentuk sekarang ini, dimana telah mengalami kemantapan yang dirasa pas dihati pemiliknya.
Pengaturan wayang
Jumlah wayang dalam satu kotak tidak sama trgantung kepada pemiliknya. Jadi ada wayang yang jumlahnya 350 sampai 400 wayang, ada yang jumlahnya hanya 180 wayag dan ada yang kurang dari 180 wayang. Biasanya wayang yang banyak, wayang yang rangkap serta wanda yang banyak sesuai yang diinginkan. Pengaturan wayang pada layar atau kelir atau disebut simpingan. Di dalam simpingan wayang ada simpingan kanan dan simpingan kiri.
SIMPINGAN KIRI
1.Buto raton (Kumbakarno)
2.Raksasa muda (Prahasta,Suratimantra)
3.Rahwana dengan beberapa wanda
4.Wayang Bapang (ratu sabrang)
5.Wayang Boma (Bomanarakasura)
6.Indarajit
7.Trisirah
8.Trinetra dan sejenisnya
9.Prabu Baladewa dengan beberapa wanda
9.Raden Kakrasana
10 Prabu Salya
11.Prabu Matswapati
12 Prabu Duryudana
13.Prabu Salya
14.Prabu Salya
15.Prabu Matswapati
16.Prabu Duryudana
17.Raden Setyaki
18.Raden Samba
20.Raden Narayana
Keterangan :
Pada contoh diatas hanya secara garis besar saja. Jadi masih banyak nama tokoh yang tidak kami cantumkan.
* Wayang Eblekan :
Yaitu wayang yang masih diatur rapi didalam kotak, tidak ikut disimping.
Contoh: Buta brabah, wayang wanara, wayang kewanan (hewan), wayang tatagan yang lain, misal: wadya sabrang buta cakil dan lain-lain.
* Wayang dudahan :
Yaitu wayang yang diletakkan di sisi kanan dhalang.
Contoh: Punakawan, pandita, rampogan, dewa dan beberapa tokoh wayang yang akan digunakan didalam pakeliran.
SIMPINGAN KANAN
Dimulai dari wayang Tuguwasesa diakhiri wayang bayen. Adapun wayang yang disimping adalah sebagai berikut :
1.Prau Tuguwasesa (Tuhuwasesa)
2.Werkudara dari beberapa macam wanda
3.Bratasena dari beberapa macam wanda
4.Rama Parasu
5.Gatotkaca dari beberapa macam wanda
6.Ontareja
7.Anoman dari beberapa macam wanda
8.Kresna dari beberapa macam wanda
9.Prabu Rama
10.Prabu Arjuna Sasra
11.Pandhu
12,Arjuna
13.Abimanyu
14.Palasara
15.Sekutrem
16.Wayang putran
17.Bati
Keterangan :
Wayang tersebut disimping pada debog atau batang pisang bagian atas. Untuk batang pisang bagian bawah hanya terdiri dari simpingan wayang putren.
Simpingan sebelah kiri terdiri atas:
1.Buta raton
2.Wayang buta enom (raksasa muda)
3.Wayang boma
4.Wayang Sasra
5.Wayang Satria
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat urutan yang diatur seperti tersebut dibawah ini :
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya, Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira, Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu, Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem, Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and Secaboma (59 wayang lakon).
Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah, Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa, Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar, Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya, Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata, Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak, Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa:
Lakon-lakon: Angruna-Angruni, Mikukuhan, Begawan Respati, Watugunung, Wisnupati, Prabu Namintaya, Nagatatmala, Sri Sadana, Parikenan, Bambang Sakutrem, Bambang Sakri, Bagawan Palasara, Kilatbuwana, Narasoma, Basudewa Rabi, Gandamana Sakit, Rabinipun Harya Prabu Kaliyan Ugrasena, Bima Bungkus, Rabinipun Ramawidura, Lisah Tala, Obong-obongan Pasanggrahan Balesegala, Bambang Kumbayana, Jagal Bilawa, Babad Wanamarta, Kangsa Pragat, Semar Jantur, Jaladara Rabi, Alap-alapan
Surtikanthi, Clakutana, Suyudana Rabi, Jayadrata Rabi, Pandhawa Dulit, Gandamana, Kresna Sekar, Alap-alapan Secaboma, Kuntul Wilanten, Partakrama, Gathutkaca Lair, Setija, Bangun Taman Maerakaca dan Wader Bang (43 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar, Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya, Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata, Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak, Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya, Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira, Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu, Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem, Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and Secaboma (59 wayang lakon).
Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah, Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa, Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).
Pakem Wayang Purwa I:
Ki Prawirasudirja
Surakarta.
Lakon-lakon: Angruna Angruni, Bambang Srigati, Bathara Sambodana Rabi, Hendrasena, Ramaparasu, Setyaki Rabi, Bagawan Sumong, Doradresana Makingkin, Tuhuwisesa, Sridenta, Bratadewa, Jayawisesa, Janaka Kembar, Jayasuparta, Endhang Madyasari, Sekar Widabrata, Samba Rabi, Partajumena Rabi, Calunthang dan Carapang.
Arti dan lambang
Jika anda nonton wayang purwa, baik yang dipagelarkan semalam maupun yang dipergelarkan padat, maka jika direnungkan benar-benar didalamnya terkandung banyak nilai serta ajaran-ajaran hidup yang sangat berguna. Semua yang ditampilkan baik berupa tokoh dan yang berupa medium yang lain didalamnya banyak mengandung nilai filosafi. Secara gampang saja baru melihat simpingan wayang, orang telah mempunyai penilaian. Bahwa simpingan kanan melambangkan tokoh yang baik, simpingan kiri melambangkan tokoh yang jelek atau buruk. Kalau kita melihat perangnya wayang, wayang yang diletakkan atau diperangkan tangan kiri pasti kalah. Tetapi hal ini tidak semua benar.
* Didalam pedalangan kita kaya nilai-nilai di dalamnya. Nilai-nilai di dalam pedalangan diantaranya:
* nilai kepahlawanan
contoh: tokoh Kumbakarna, Adipati Karna.
* nilai kesetiyaan
contoh: tokoh Dewi Sinta, Raden Sumantri (Patih Suwanda) dan sebagainya..
* nilai keangkara murkaan
contoh: tokoh Rahwana, Duryudana dan sebagainya.
* nilai kejujuran
contoh: Tokoh Puntadewa dan sebagainya. dan sebagainya. dan sebagainya.
Di sini masih banyak nilai-nilai yang lain yang patut ditimba manfaatnya bagi kita semua. Arti lambang juga terdapat didalam pakeliran lewat lakon-lakon wayang. Kalau kita mengamati lakon Dewa Ruci di dalamnya mengandung lambang kehidupan manusia di dalam mencapai cita-cita hidup kita harus dapat melewati beberapa tantangan, kalau kita berhasil mencapainya kita akan mendapatkan buahnya.
Gunungan
Kalau kita melihat pagelaran wayang kulit pasti akan melihat gunungan, dan lebih sering disebut juga kayon. Dinamakan gunungan karena bentuknya mirip sepucuk gunung yang mencuat tinggi keatas. Adapun kita melihat gunungan yaitu pada saat pakeliran belum dimulai, gunungan ditancapkan tegak lurus di tengah kelir pada batang pisang bagian atas. Tetapi jika pakeliran telah dimulai maka gunungan ditancapkan pada simpingan bagian kanan dan kiri.
Gunungan terdapat pada setiap pagelaran wayang, misalnya: wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh dan sebagainya. Tetapi gambar gunungan kalau kita lihat juga banyak dijadikan simbol, atau suatu lambang.
Contoh:
Dalam lingkungan hidup atau sering disebut Kalpataru, digambarkan lambang sebuah kayon.
Kalau kita membedakan jenis kayon atau gunungan itu ada dua macam yaitu:
1. Kayon Gapuran
2. Kayon Blumbangan
Adapun ciri-ciri kayon gapuran adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya ramping
2. Lebih tinggi dari kayon blumbangan.
3. Bagian bawah berlukiskan gapura.
4. Samping kanan dan kiri dijaga dua raksasa kembar yaitu Cingkarabala dan balaupata.
5. Bagian belakang berlukiskan api merah membara.
Adapun ciri-ciri kayon blumbangan adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya gemuk
2. Lebih pendek dari keyon gapuran
3. Bagian bawah berlukiskan kolam dengan air yang jernih.
4. Ditengah ada gambar ikan berhadap-hadapan ditengah kolam.
5. Bagian belakang berlukiskan api berkobar merah membara biasanya juga ada lukisan kepala makara.
Untuk lebih jelasnya dapat kita melihat gambar kayon disamping kiri ini. Gunungan di dalam pegelaran wayang kulit mempunyai kegunaan yang penting sekali. Adapun guna kayon adalah sebagai berikut:
1. Tanda dimulainya pentas pedalangan dengan dicabutnya kayon lalu diletakkan pada simpingan kanan dan kiri.
2. Tanda pergantian adegan / tempat.
Contoh: Setelah adegan Astina akan diganti adegan Amarta biasanya diawali dengan memindahkan kayon atau memutar kayon lalu ditancapkan pada posisi semula.
3. Untuk menggambarkan suasana.
Contoh : Suasana sedih dalam suatu adegan, kayon digerak-gerakkan diikuti ceritera dalang.
4. Untuk menggambarkan sesuatu yang tidak ada wayangnya.
Contoh:Suatu ajian yang dikeluarkan dari badan tokoh wayang. Dewa tertinggi yang tidak ada wayangnya.
Misalnya Sang Hyang wenang dan sebagainya.
5. Menggambarkan air, api, dan angin.
Contoh:Dari patet enem ke patet sanga di tandai dengan perubahan letak kayon.
Misalnya dari kayon condong kekiri dirubah gerak tegak lurus.
6. Tanda berakhirnya pentas pakeliran yaitu dengan menancapkan kayon ditengah-tengah.
Gambar kayon didalamnya berlukiskan :
1. Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga.
2. Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng.
3. Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon.
4. Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya.
5. Gambar macan berhadapan dengan banteng.
6. Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan.
7. Dua kepala makara ditengah pohon.
8. Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon.
9. Dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon.
Jadi kesimpulannya gambar kayon didalamnya sudah melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya.
PARA DEWA (DEWA-DEWA)
Setelah kita menguraikan secara sederhana tentang gunungan maka mulai kita menginjak nama-nama dari pelaku wayang. Kita mulai dari nama-nama dewa. Jumlah dewa-dewa dan dewi-dewi sangatlah banyak. Di sini yang ingin kami ketengahkan hanyalah nama-nama dewa atau dewi yang sering digunakan di dalam setiap lakon wayang. Kita mulai dari Batara Guru.
BATARA GURU
Nama lain :
1. Hyang jagad Pratingkah
2. Sang Hyang catur buia
3. Sang Hyang Manikmaya
Tempat : Kayangan Jonggirikaelasa
Istri : Dewi Uma
Anak :
1.Batara Indra
2.Batara Bayu
3.Batara Wisnu
4.Batara Brama
5.Batara Kala
6.Batara Sakra
7.Batara Mahadewa
8.Batara Asmara
Ayah Batara Guru : Hyang Tunggal
Keterangan :
Batara Guru adalah dewa yang merajai kayangan serta mengusai alam. Batara Guru pada saat dilahirkan berwajah tampan serta tanpa cacat. Karena kecongkakannya dan merasa bangga karena mempunyai wajah tampan dia akhirnya menerima hukuman dari Hyang tunggal serta dewa yang Agung dengan bertangan empat, bercaling, leher berwarna biru. Hal ini adalah buah dari perbuatannya. Batara Guru didalam ceritera pedalangan sering mengganggu dunia dengan menyamar menjadi manusia ingin menghancurkan Kyai Semar, Pandawa tetapi hal ini selalu kalah dengan kebajikan dan kejujuran yang akhirnya Hyang Guru minta maaf dan kembali kekhayangan.
BATARA NARADA
Nama lain : Kanekaputra
Tempat : adalah kayangan Sudukpangudaludal
Keterangan :
Batara Narada adalah ketua dari para dewa ia bertugas memimpin para dewa serta dewa yang dimintai pertimbangan oleh batara Guru dalam segala hal. Tugas lain adalah menyampaikan anugerah pada manusia serta mengamati kejadian di dunia. Asal mula batara Narada berparas elokvdan sakti yaitu dia ingin mengalahkan para dewa maka bertapa terus sehingga bertemu dengan dewa guru/Batara Guru.
Setelah terjadi bantah Batara Guru kalah. Akibat hal itu batara Guru selalu memanggil kakang. Batara Narada akhirnya berwajah buruk serta berbadan cebol karena pada suatu ketika mendapat umpat batara Gutu sehingga seperti bentuk gambar diatas. Batara Narada selalu melaksanakan tindakan kebenaran maka pada saat batara Guru bertindak salah selalu dilawannya.
BATARI DURGA
Tempat : Hutan Setra Gandamayit
Suami : Batara Kala
Bentuk : Raseksi yang ganas dan bengis
Keterangan:
Batari Durga dahulu adalah seorang putri yang cantik jelita berujud bidadari bernama dewi Uma. Ia sangat dicintai oleh Hyang Guru. Peristiwa itu terjadi pada saat Hyang Guru sedang rekreasi naik lembu Nandini melihat keindahan jagad raya, karena asyiknya betara Guru timbullah nafsu asmara dengan dewi Uma. Tetapi dewi Uma tidak mau karena mengingat sedang naik Lembu Nandini. Karena Batara Guru sangat bernafsu maka kamanya jatuh di laut. Yang akhirnya lahir Batara Kala. Setelah kejadian itu Dewi Uma diajak pulang. Di kayangan Batara Guru marah bukan kepalang karena marahnya Betari Uma disabda menjadi reseksi yang bengis dan disuruh kehutan Setra Gandamayit.
Mari kita melihat kembali pada kejadian yang lalu, pada saat Batara Guru akan memaksa Batari Uma. Maka Batari Uma mengutuk sikap Batara Guru seperti itu bagaikan raksasa. Maka jadilah Batara Guru mirip raksasa dengan mempunyai caling. Atas kejadian itu Batara Guru merasa masgul hatinya. Batari Durga dapat kembali ujut seperti sedia kala setelah diruat oleh satria bungsunya Pandawa yaitu raden Sadewa. Maka lakon itu disebut lakon Sudamala atau Durga ruwat.
Batari Durga di Setra Gandamayit memerintah para jin, iblis, banaspati, gandaruwo, engklek-engklek balung antandak dan sepadannya.
BATARA BRAMA
Tempat : Kayangan Deksina di dalam pedalangan sering disebut kayangan Argadahana.
Ayah : Batara Guru
Istri : Dewi Saraswati
Ibu : Batari Uma
Kesaktian : Dewa yang menguasai api.
Keterangan:
Batara Brama pernah memberikan pusaka Alugara dan Nanggala kepada raden Kakrasana pada saat ia bertapa di pertapaan Arsonya. Maka seolah-olah Hyang Brama adalah guru dari raden Kakrasana. maka kalau kita lihat bentuk wayang Prabu Baladewa, raden Kakrasana mirip dengan bentuk wayang Batara Brama. Batara Brama selalu atau sering mengikuti perjalanan Batara Guru ke Ngarcapada / Bumi menjelma menjadi raja seberang dengan nama misal prabu Dewa Pawaka atau yang lain.
Hal ini dapat digagalkan oleh Semar. Sehingga kehendaknya ingin memusnahkan Pandawa atau membuat onar dunia tidak berhasil. Juga dapat dilihat dalam lakon lahirnya Wisanggeni. Tujuan Batara Drama akan mengawinkan putrinya Dewi Dresanala dengan Dewa Srani serta menceraikan radaen Arjuna. Hal ini dapat digagalkan oleh Semar dan para Pandawa. Jadi kesimpulannya bahwa semua ulah dewa jika salah akan kalah oleh tindakan manusia yang benar.
BATARA INDRA
Tempat : Kayangan Jonggirisaloka
Kesaktian :
Batara Indra mempunyai kekuasaan memerintah para Dewa atas perintah Hyang Guru. Batara Indra mempunyai keahlian berperang dan banyak mempunyai panah sakti.
Anak :
- Dewi Tara
- Dewi Tari
- Dewi Gagar Mayang
- Batari Suprada dan masih banyak lagi yang berwujud bidadari.
Ayah : Batara Guru
Ibu : Batari Uma
Keterangan :
Batara Indra mempunyai kekuasaan atas para dewa dan para bidadari di sorga. Selain itu sering memberikan anugrah atau hadiah pada siapa saja yang gemar bertapa dan membantu ketentraman dunia serta permintaan titah yang sedang bertapa.
Sebagai contoh: Raden Arjuna mendapatkan panah Pasopati sebagai panah sakti akibat dari dia bertapa dan membantu atas ketentraman di kayangan, sehingga panah tersebut berguna di dalam perang besar Baratayuda.
BATARA ANTABOGA
Kayangan : kayangan Saptapratala atau Saptabumi
Anak : Dewi Nagagini.
Keterangan :
Batara Antaboga adalah dewa ular maka disebut juga ujud naga besar. Hyang Antaboga mempunyai putri cantik jelita yang diperistri raden Werkudara. Peristiwa ini terjadi pada saat Pandawa ditipu Kurawa diajak berkumpul dan pesta. Tiba-tiba tempat tersebut dibakar oleh para Kurawa dalam pedalangan dalam lakon Balesigalagala. Pandawa tidak mati karena ditolong oleh garangan putih yaitu kajadian dari Hyang Antaboga. Akhirnya Pandawa selamat Werkudara dikawinkan dengan dewi Nagagini mempunyai keturunan raden Hanantareja.
BATARA KAMAJAYA
Tempat : Kayangan Cokrokembang
Putra dari : Batara Ismaya (Semar)
Istri : Batari Ratih
Keterangan:
Dewa ini berparas elok serta selalu rukun bersama istrinya. Maka dari itu oleh orang jawa dijadikan kegemarannya (idam-idaman) sampai pada cita-citanya. Kalau orang mempunyai putra atau putri diharapkan berwajah elok dan cantik. Hal ini terbukti di dalam acara tujuh bulan bayi di kandungan diadakan upacara mitoni yang dilambangkan pada cengkir (kelapa muda) berlukiskan Batara Kamajaya dan Batari Ratih.
BATARA SURYA
Putra dari : Semar (Batara Ismaya)
Kekuasaan : Dewa Matahari
Keterangan :
Batara Surya adalah seorang dewa yang menguasai gerak Matahari. Serta dalam lakon lahirnya Karna Betara Surya adalah salah satu dewa yang menurunkan raden Suryaputra dengan ibunya dewi Kunti.
BATARA BAYU
Tempat tinggal : Kayangan Panglawung
Ayah : Batara Guru
Ibu : Dewi Uma
Istri : Dewi Sumi
Kesaktian :
Batara Bayu mempunyai kesaktian angin dan ia menjadi dewanya hewan, raksasa, dan manusia.
Yang tersebut golongan putera dewa Bayu adalah :
Batara Bayu
Hanuman
Wrekodara Wil Jajalpaweka
Liman setubanda
Sarpa Nagakuawara
Garudha Mahambira
Begawan Maenaka
Keterangan :
Batara Bayu pernah menjadi raja di Mayapada di negara Medanggora, bergelar prabu Bhima. Pada ceritera Pedalangan dalam lakon Bhima Bungkus di situ terlukis putera Pandu yang masih berada dalam keadaan terbungkus, sebelum sang bayi berwujud sebagai layaknya bayi biasa, Batara Bayu masuk kedalam bungkus sang bayi dan memberinya busana seorang kesatria.
BATARA WISNU
Tempat : Kayangan Utarasagara
Ayah : Batara Guru
Ibu : Batari Uma
Isteri : Dewi Pertiwi
BATARA KALA
Kayangan : kayangan Selamangumpeng
Ayah : Batara Guru
Istri : Batari Durga
Keterangan :
Batara Kala lahir dari Kama salah yang jatuh dilaut pada saat Batara Guru rekrasi dengan Batari Uma (lihat hal Batari Uma). Batara Kala dilahirkan dalam wujud api yang berkobar-kobar yang makin lama makin besar. Hal ini membuat gara-gara di Suralaya, sehingga para dewa diperintahkan oleh Batara Guru untuk mematikan api yang berkobar-kobar tetapi tidak mati, malah makin lama makin besar dan naik ke Suralaya menanyakan bapaknya.
Karena Hyang Guru kwatir kalau kayangan rusak maka Batara Guru mengakui kalau Kala adalah anaknya. Maka diberi nama Batara Kala dan Batara Kala minta makanan, maka Batara Guru memberi makanan tetapi ditentukan yaitu :
1. Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ontang-anting
2. Pandawa lima anak lima laki-laki semua atau anak lima putri semua.
3. Kedono kedini, anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.
Untuk menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu Batara Kresna. Maka Batara Kala selalu tidak berhasil memakan Pandawa.
BATARA YAMADIPATI
Putra dari : Semar (Betara Ismaya)
Tempat : Kayangan Argodulamilah
Keterangan :
Betara Yamadipati, dewa yang ditugasi mencabut nyawa dan menjaga neraka. Adapun wajah Yamadipati berbentuk manusia dan wajah raksasa yang mengerikan. Yamadipati juga terseret pada perbuatan tidak benar tetapi setelah direnungkan tidak baik, maka berbelok pada posisinya semula.*
JENENGE RATU LAN PANDHITA
1. Prabu Arjuna Sasrabahu ratu ing Maespati
2. Prabu Baladewa ratu ing Mandura
3. Prabu Basudewa ratu ing Mandura
4. Prabu Bomanarakasura ratu ing Trajutrisna
5. Prabu Drupada ratu ing Cempala
6. Prabu Dasarata ratu ing Ngayodya
7. Prabu dasamuka ratu ing Ngalengka
8. Prabu Drestarata ratu ing Ngastina
9. Prabu Kresna ratu ing Dwarawati
10.Prabu Karna ratu ing Ngawangga
11.Prabu Maswapati ratu ing Wiratha
12.Prabu Niwatakawaca ratu ing Iman Imantaka
13.Prabu Pandhu Dewanata ratu ing Ngastina
14.Prabu Puntadewa ratu ing Ngamarta
15.Prabu Ramawijaya ratu ing Pancawati
16.Prabu Salya ratu ing Mandraka
17.Prabu Sugriwa ratu ing Guwakiskendha
18.Prabu Suyudana ratu ing Ngastina
19.Begawan Abiyasa pratapane ing Saptaarga
20.Resi Bima pratapane ing Talkandha
21.Pandhita Duma pratapane ing Sokalima
22.Begawan Mintaraga pratapane ing Indrakila
23.Resi Palasara pratapane ing Ratawu
24.Resi Subali pratapane ing Guwakiskendha
JENENGAN SATRIYA LAN KASATRIYANE
1. Abimanyu : Satriyo ing Plengkawati
2. Anoman : Satriyo ing Kendhalisada
3. Arjuna : Satriyo ing Madukara
4. Aswatama : Satriyo ing Sokolima
5. Antarejo : Satriyo ing Jangkarbumi
6. Dresthajumeno : Satriyo ing Cempalarejo
7. Dursasana : Satriyo ing Banjarjungut
8. Gatutkaca : Satriyo ing Pringgodani
9. Jayadrata : Satriyo ing Banakeling
10. Kumbakarana : Satriyo ing Penglebur Gangsa
11. Lesmana Mandra : Satriyo Saroja Binangun
12. Nakula lan Sadewa: Satriyo ing Sawojajar
13. Samba : Satriyo ing Paranggaruda
14. Setiyaki : Satriyo ing Lesanpura
15. Sengkuni : Satriyo ing Plasajenar
16. Werkudara : Satriyo ing Jodhipati
SENJATA LAN AJI-AJI
1.Antareja :upas anta
2.Aswatama :senjata cundhamanik
3. Baladewa :senjata kunta, gada nanggala lan alugara
4. Dasamuka : senjata candrasa, pedhang sokayana aji-aji pancasona
5. Gathutkaca :caping basunandha, kotang antakusuma. Aji-aji narataka
6. Indrajit : senjata nagapasa lan wimohanastra
7. Janaka : panah pasopati, soratama, ardhadhedhali, keris pulanggeni, kalanadhah.aji-aji sepiangin
8.Jayadrata : gada rujakbeling
9. Karna : senjata kunta, keris kaladite, panah wijayandanu.aji-aji kalalupa
10. Kresna :senjata cakra. aji-aji wijayakusuma
11. Kumbakarna : aji-aji gedhongmenga, pelakgelak sakethi
12. Puntadewa : aji-aji kalimasada, songsong tunggulnaga
13. Ramawijaya : panah gunawijaya
14. Salya : aji-aji candhabirawa
15. Subali : aji-aji pancasona
16. Werkudara : gada rujakpolo, lukitasari, kuku pancanaka
http://karatonsurakarta.com/wayang.html
Seni pewayangan dapat digelar dalam bentuk Wayang Kulit Purwa, dilatar-belakangi layar/kelir dengan pokok cerita yang sumbernya dari Mahabharata dan Ramayana, berasal dari India. Namun ada juga pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon cerita yang di petik dari ajaran Budha, seperti cerita yang berkaitan dengan upacara ruwatan (pensucian diri manusia). Pagelaran wayang kulit purwa biasanya memakan waktu semalam suntuk.
Semasa Sri Susuhunan X di Solo didirikan tempat pementasan Wayang Orang, yaitu di Sriwedari yang merupakan bentuk pewayangan panggung dengan pemainnya terdiri dari orang-orang yang memerankan tokoh-tokoh wayang. Baik cerita maupun dialognya dilakukan oleh masing-masing pemain itu sendiri. Pagelaran ini diselenggarakan rutin setiap malam. Bentuk variasi wayang lainnya yaitu wayang Golek yang wayangnya terdiri dari boneka kayu.
Seniman cina yang berada di Solo juga kadang menggelar wayang golek cina yang disebut Wayang Potehi. Dengan cerita dari negeri Cina serta iringan musiknya khas cina.
Ada juga Wayang Beber yang dalam bentuknya merupakan lembaran kain yang dilukis dan diceritakan oleh sang Dalang, yang ceritanya berkisar mengenai Keraton Kediri, Ngurawan, Singasari (lakon Panji).
Wayang Klitik adalah jenis pewayangan yang media tokohnya terbuat dari kayu, ceritanya diambil dari babat Majapahit akhir (cerita Dhamarwulan).
Dulu terkadang "wong Solo" memanfaatkan waktu senggangnya membuat wayang dari rumput, disebut Wayang Rumput
Orang jawa mempunyai jenis kesenian tradisional yang bisa hidup dan berkembang hingga kini dan mampu menyentuh hati sanubari dan menggetarkan jiwa, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang jawa merupakan sibolisme pandangan-pandangan hidup orang jawa mengenai hal-hal kehidupan.
Dalam wayang seolah-olah orang jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara konkrit. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tetentu.
Konsepsi-konsepsi tersebut tersusun menjadi nilai nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur cerita-ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan manusia jawa dengan manusia lain.
Pertunjukkan wayang terutama wayang kulit sering dikaitkan dengan upacara adat: perkawinan, selamatan kelahiran bayi, pindahan rumah, sunatan, dll, dan biasanya disajikan dalam cerita-cerita yang memaknai hajatan dimaksud, misalnya dalam hajatan perkawinan cerita yang diambil "Parto Krama" (perkawinan Arjuna), hajatan kelahiran ditampilkan cerita Abimanyu lahir, pembersihan desa mengambil cerita "Murwa Kala/Ruwatan"
KHUSUS WAYANG PURWA
Wayang purwa adalah bagian dari beberapa macam yang ada, diantaranya wayang gedog, wayang madya, wayang klitik purwa, wayang wahyu, wayang wahono dan sebagainya.
Wayang purwa sudah ada beberapa ratus tahun yang lalu dimana wayang timbul pertama fungsinya sebagai upacara menyembah roh nenek moyang. Jadi merupakan upacara khusus yang dilakukan nenek moyang untuk mengenang arwah para leluhur. Bentuk wayang masih sangat sederhana yang dipentingkan bukan bentuk wayang tetapi bayangan dari wayangan tersebut.
Perkembangan jaman dan budaya manusia selalu berkembang wayang ikut pula dipengaruhi bentuk wayangpun berubah, misalnya, bentuk mata wayang seperti bentuk mata manusia, tangan berkabung menjadi satu dengan badannya. Hal ini dipandang kurang enak maka tangan wayang dipisah, untuk selanjutnya diberi pewarna.
Perkembangan wayang pesat pada jaman para wali, diantaranya Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan yang lain ikut merubah bentuk wayang sehingga menjadi lebih indah bentuknya.
Langkah penyempurnaan di jaman Sultan Agung Hanyakrakusuma, jaman kerajaan Pajang, kerajaan Surakarta, jaman Pakubuwono banyak sekali menyempurnakan bentuk wayang sehingga tercipta bentuk sekarang ini, dimana telah mengalami kemantapan yang dirasa pas dihati pemiliknya.
Pengaturan wayang
Jumlah wayang dalam satu kotak tidak sama trgantung kepada pemiliknya. Jadi ada wayang yang jumlahnya 350 sampai 400 wayang, ada yang jumlahnya hanya 180 wayag dan ada yang kurang dari 180 wayang. Biasanya wayang yang banyak, wayang yang rangkap serta wanda yang banyak sesuai yang diinginkan. Pengaturan wayang pada layar atau kelir atau disebut simpingan. Di dalam simpingan wayang ada simpingan kanan dan simpingan kiri.
SIMPINGAN KIRI
1.Buto raton (Kumbakarno)
2.Raksasa muda (Prahasta,Suratimantra)
3.Rahwana dengan beberapa wanda
4.Wayang Bapang (ratu sabrang)
5.Wayang Boma (Bomanarakasura)
6.Indarajit
7.Trisirah
8.Trinetra dan sejenisnya
9.Prabu Baladewa dengan beberapa wanda
9.Raden Kakrasana
10 Prabu Salya
11.Prabu Matswapati
12 Prabu Duryudana
13.Prabu Salya
14.Prabu Salya
15.Prabu Matswapati
16.Prabu Duryudana
17.Raden Setyaki
18.Raden Samba
20.Raden Narayana
Keterangan :
Pada contoh diatas hanya secara garis besar saja. Jadi masih banyak nama tokoh yang tidak kami cantumkan.
* Wayang Eblekan :
Yaitu wayang yang masih diatur rapi didalam kotak, tidak ikut disimping.
Contoh: Buta brabah, wayang wanara, wayang kewanan (hewan), wayang tatagan yang lain, misal: wadya sabrang buta cakil dan lain-lain.
* Wayang dudahan :
Yaitu wayang yang diletakkan di sisi kanan dhalang.
Contoh: Punakawan, pandita, rampogan, dewa dan beberapa tokoh wayang yang akan digunakan didalam pakeliran.
SIMPINGAN KANAN
Dimulai dari wayang Tuguwasesa diakhiri wayang bayen. Adapun wayang yang disimping adalah sebagai berikut :
1.Prau Tuguwasesa (Tuhuwasesa)
2.Werkudara dari beberapa macam wanda
3.Bratasena dari beberapa macam wanda
4.Rama Parasu
5.Gatotkaca dari beberapa macam wanda
6.Ontareja
7.Anoman dari beberapa macam wanda
8.Kresna dari beberapa macam wanda
9.Prabu Rama
10.Prabu Arjuna Sasra
11.Pandhu
12,Arjuna
13.Abimanyu
14.Palasara
15.Sekutrem
16.Wayang putran
17.Bati
Keterangan :
Wayang tersebut disimping pada debog atau batang pisang bagian atas. Untuk batang pisang bagian bawah hanya terdiri dari simpingan wayang putren.
Simpingan sebelah kiri terdiri atas:
1.Buta raton
2.Wayang buta enom (raksasa muda)
3.Wayang boma
4.Wayang Sasra
5.Wayang Satria
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat urutan yang diatur seperti tersebut dibawah ini :
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya, Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira, Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu, Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem, Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and Secaboma (59 wayang lakon).
Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah, Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa, Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar, Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya, Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata, Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak, Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa:
Lakon-lakon: Angruna-Angruni, Mikukuhan, Begawan Respati, Watugunung, Wisnupati, Prabu Namintaya, Nagatatmala, Sri Sadana, Parikenan, Bambang Sakutrem, Bambang Sakri, Bagawan Palasara, Kilatbuwana, Narasoma, Basudewa Rabi, Gandamana Sakit, Rabinipun Harya Prabu Kaliyan Ugrasena, Bima Bungkus, Rabinipun Ramawidura, Lisah Tala, Obong-obongan Pasanggrahan Balesegala, Bambang Kumbayana, Jagal Bilawa, Babad Wanamarta, Kangsa Pragat, Semar Jantur, Jaladara Rabi, Alap-alapan
Surtikanthi, Clakutana, Suyudana Rabi, Jayadrata Rabi, Pandhawa Dulit, Gandamana, Kresna Sekar, Alap-alapan Secaboma, Kuntul Wilanten, Partakrama, Gathutkaca Lair, Setija, Bangun Taman Maerakaca dan Wader Bang (43 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Sembadra Edan, Sembadra Larung, Arjuna Besus, Sukma Ngembaraning Sembadra, Peksi Gadarata, Wrekudara Dados Gajah, Cekel Endralaya, Manonbawa, Surga Bandhang, Bangbang Kembar, Bangbang Danuasmara, Palgunadi, Bimasuci, Loncongan, Wrekudara Dipun Lamar, Yuyutsuh, Samba Rajah, Sunggen Wilmuka, Lobaningrat, Anggamaya, Brajadenta Balik, Tapel Sewu, Dewakusuma, Sunggen Gathutkaca, Sugata, Tuguwasesa, Lambangkara, Semar Minta Bagus, Retna Sengaja, Prabu Pathakol, Jayamurcita, Karna Wiguna, Bangbang Supena, Pandhawa Gupak, Gugahan Kresna, Srikandhi Manguru Manah, Kresna Malang Dewa, Bangbang Sinom Prajangga Murca Lalana dan Pandha Widada (42 wayang lakon).
Pakem Ringgit Purwa Warni-warni:
Lakon-lakon: Peksi Dewata, Gambiranom, Semar Mantu, Bangbang Sitijaya, Wangsatama Maling, Thongthongborong, Srikandhi Mandung, Danasalira, Lesmana Buru Bojone Bangbang, Caluntang, Carapang Sasampuning Prang Baratayuda, Parikesit, Yudayana, Prabu Wahana, Mayangkara, Tutugipun Lampahan Bandung, Carangan Ingkang Kantun Jayaseloba, Doradresanala Larase Semarasupi. Bandhaloba, Ambungkus, Lahire Pandhu, Lahiripun Dasamuka, Dasamuka Tapa Turu, Lahire Indrajit, Lokapala, Sasrabahu, Bambang Sumantri, Sugriwa Subali, Singangembarawati, Anggit Dalem, Tutugipun Lampahan Wilugangga, Tunjung Pethak, Gambar Sejati, Bangbang Dewakasimpar, Ingkang Serkarta Jalintangan Suksma Anyalawadi, Samba Rambi, Antasena Rabi, Wilmuka Rabi, Partajumena, Wisatha Rabi, Sumitra Rabi, Sancaka Rabi, Antareja Rabi, Pancakumara Rabi, Sayembara Dewi Mahendra, Sayembara Dewi Gandawati, Sayembara Tal Pethak, Dhusthajumena Rabi, Pancadriya Rabi, Rukma Ical, Ugrasena Tapa, Leksmana Mandrakumara Rabi, Ada-ada Bimasuci, Pandhawa Kaobongan, Sembadra Dilarung and Secaboma (59 wayang lakon).
Pakem Ringgit Wacucal:
Lakon-lakon: Kresna Kembang, Sayembara Setyaki, Erangbaya,Kresna Gugah, Prabu Kalithi, Wilugangga, Waosan Panitibaya Lampahipun Para Dewa, Asmaradahana, Karagajawa dan Sudhamala (11 wayang lakon).
Pakem Wayang Purwa I:
Ki Prawirasudirja
Surakarta.
Lakon-lakon: Angruna Angruni, Bambang Srigati, Bathara Sambodana Rabi, Hendrasena, Ramaparasu, Setyaki Rabi, Bagawan Sumong, Doradresana Makingkin, Tuhuwisesa, Sridenta, Bratadewa, Jayawisesa, Janaka Kembar, Jayasuparta, Endhang Madyasari, Sekar Widabrata, Samba Rabi, Partajumena Rabi, Calunthang dan Carapang.
Arti dan lambang
Jika anda nonton wayang purwa, baik yang dipagelarkan semalam maupun yang dipergelarkan padat, maka jika direnungkan benar-benar didalamnya terkandung banyak nilai serta ajaran-ajaran hidup yang sangat berguna. Semua yang ditampilkan baik berupa tokoh dan yang berupa medium yang lain didalamnya banyak mengandung nilai filosafi. Secara gampang saja baru melihat simpingan wayang, orang telah mempunyai penilaian. Bahwa simpingan kanan melambangkan tokoh yang baik, simpingan kiri melambangkan tokoh yang jelek atau buruk. Kalau kita melihat perangnya wayang, wayang yang diletakkan atau diperangkan tangan kiri pasti kalah. Tetapi hal ini tidak semua benar.
* Didalam pedalangan kita kaya nilai-nilai di dalamnya. Nilai-nilai di dalam pedalangan diantaranya:
* nilai kepahlawanan
contoh: tokoh Kumbakarna, Adipati Karna.
* nilai kesetiyaan
contoh: tokoh Dewi Sinta, Raden Sumantri (Patih Suwanda) dan sebagainya..
* nilai keangkara murkaan
contoh: tokoh Rahwana, Duryudana dan sebagainya.
* nilai kejujuran
contoh: Tokoh Puntadewa dan sebagainya. dan sebagainya. dan sebagainya.
Di sini masih banyak nilai-nilai yang lain yang patut ditimba manfaatnya bagi kita semua. Arti lambang juga terdapat didalam pakeliran lewat lakon-lakon wayang. Kalau kita mengamati lakon Dewa Ruci di dalamnya mengandung lambang kehidupan manusia di dalam mencapai cita-cita hidup kita harus dapat melewati beberapa tantangan, kalau kita berhasil mencapainya kita akan mendapatkan buahnya.
Gunungan
Kalau kita melihat pagelaran wayang kulit pasti akan melihat gunungan, dan lebih sering disebut juga kayon. Dinamakan gunungan karena bentuknya mirip sepucuk gunung yang mencuat tinggi keatas. Adapun kita melihat gunungan yaitu pada saat pakeliran belum dimulai, gunungan ditancapkan tegak lurus di tengah kelir pada batang pisang bagian atas. Tetapi jika pakeliran telah dimulai maka gunungan ditancapkan pada simpingan bagian kanan dan kiri.
Gunungan terdapat pada setiap pagelaran wayang, misalnya: wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh dan sebagainya. Tetapi gambar gunungan kalau kita lihat juga banyak dijadikan simbol, atau suatu lambang.
Contoh:
Dalam lingkungan hidup atau sering disebut Kalpataru, digambarkan lambang sebuah kayon.
Kalau kita membedakan jenis kayon atau gunungan itu ada dua macam yaitu:
1. Kayon Gapuran
2. Kayon Blumbangan
Adapun ciri-ciri kayon gapuran adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya ramping
2. Lebih tinggi dari kayon blumbangan.
3. Bagian bawah berlukiskan gapura.
4. Samping kanan dan kiri dijaga dua raksasa kembar yaitu Cingkarabala dan balaupata.
5. Bagian belakang berlukiskan api merah membara.
Adapun ciri-ciri kayon blumbangan adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya gemuk
2. Lebih pendek dari keyon gapuran
3. Bagian bawah berlukiskan kolam dengan air yang jernih.
4. Ditengah ada gambar ikan berhadap-hadapan ditengah kolam.
5. Bagian belakang berlukiskan api berkobar merah membara biasanya juga ada lukisan kepala makara.
Untuk lebih jelasnya dapat kita melihat gambar kayon disamping kiri ini. Gunungan di dalam pegelaran wayang kulit mempunyai kegunaan yang penting sekali. Adapun guna kayon adalah sebagai berikut:
1. Tanda dimulainya pentas pedalangan dengan dicabutnya kayon lalu diletakkan pada simpingan kanan dan kiri.
2. Tanda pergantian adegan / tempat.
Contoh: Setelah adegan Astina akan diganti adegan Amarta biasanya diawali dengan memindahkan kayon atau memutar kayon lalu ditancapkan pada posisi semula.
3. Untuk menggambarkan suasana.
Contoh : Suasana sedih dalam suatu adegan, kayon digerak-gerakkan diikuti ceritera dalang.
4. Untuk menggambarkan sesuatu yang tidak ada wayangnya.
Contoh:Suatu ajian yang dikeluarkan dari badan tokoh wayang. Dewa tertinggi yang tidak ada wayangnya.
Misalnya Sang Hyang wenang dan sebagainya.
5. Menggambarkan air, api, dan angin.
Contoh:Dari patet enem ke patet sanga di tandai dengan perubahan letak kayon.
Misalnya dari kayon condong kekiri dirubah gerak tegak lurus.
6. Tanda berakhirnya pentas pakeliran yaitu dengan menancapkan kayon ditengah-tengah.
Gambar kayon didalamnya berlukiskan :
1. Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga.
2. Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng.
3. Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon.
4. Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya.
5. Gambar macan berhadapan dengan banteng.
6. Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan.
7. Dua kepala makara ditengah pohon.
8. Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon.
9. Dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon.
Jadi kesimpulannya gambar kayon didalamnya sudah melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya.
PARA DEWA (DEWA-DEWA)
Setelah kita menguraikan secara sederhana tentang gunungan maka mulai kita menginjak nama-nama dari pelaku wayang. Kita mulai dari nama-nama dewa. Jumlah dewa-dewa dan dewi-dewi sangatlah banyak. Di sini yang ingin kami ketengahkan hanyalah nama-nama dewa atau dewi yang sering digunakan di dalam setiap lakon wayang. Kita mulai dari Batara Guru.
BATARA GURU
Nama lain :
1. Hyang jagad Pratingkah
2. Sang Hyang catur buia
3. Sang Hyang Manikmaya
Tempat : Kayangan Jonggirikaelasa
Istri : Dewi Uma
Anak :
1.Batara Indra
2.Batara Bayu
3.Batara Wisnu
4.Batara Brama
5.Batara Kala
6.Batara Sakra
7.Batara Mahadewa
8.Batara Asmara
Ayah Batara Guru : Hyang Tunggal
Keterangan :
Batara Guru adalah dewa yang merajai kayangan serta mengusai alam. Batara Guru pada saat dilahirkan berwajah tampan serta tanpa cacat. Karena kecongkakannya dan merasa bangga karena mempunyai wajah tampan dia akhirnya menerima hukuman dari Hyang tunggal serta dewa yang Agung dengan bertangan empat, bercaling, leher berwarna biru. Hal ini adalah buah dari perbuatannya. Batara Guru didalam ceritera pedalangan sering mengganggu dunia dengan menyamar menjadi manusia ingin menghancurkan Kyai Semar, Pandawa tetapi hal ini selalu kalah dengan kebajikan dan kejujuran yang akhirnya Hyang Guru minta maaf dan kembali kekhayangan.
BATARA NARADA
Nama lain : Kanekaputra
Tempat : adalah kayangan Sudukpangudaludal
Keterangan :
Batara Narada adalah ketua dari para dewa ia bertugas memimpin para dewa serta dewa yang dimintai pertimbangan oleh batara Guru dalam segala hal. Tugas lain adalah menyampaikan anugerah pada manusia serta mengamati kejadian di dunia. Asal mula batara Narada berparas elokvdan sakti yaitu dia ingin mengalahkan para dewa maka bertapa terus sehingga bertemu dengan dewa guru/Batara Guru.
Setelah terjadi bantah Batara Guru kalah. Akibat hal itu batara Guru selalu memanggil kakang. Batara Narada akhirnya berwajah buruk serta berbadan cebol karena pada suatu ketika mendapat umpat batara Gutu sehingga seperti bentuk gambar diatas. Batara Narada selalu melaksanakan tindakan kebenaran maka pada saat batara Guru bertindak salah selalu dilawannya.
BATARI DURGA
Tempat : Hutan Setra Gandamayit
Suami : Batara Kala
Bentuk : Raseksi yang ganas dan bengis
Keterangan:
Batari Durga dahulu adalah seorang putri yang cantik jelita berujud bidadari bernama dewi Uma. Ia sangat dicintai oleh Hyang Guru. Peristiwa itu terjadi pada saat Hyang Guru sedang rekreasi naik lembu Nandini melihat keindahan jagad raya, karena asyiknya betara Guru timbullah nafsu asmara dengan dewi Uma. Tetapi dewi Uma tidak mau karena mengingat sedang naik Lembu Nandini. Karena Batara Guru sangat bernafsu maka kamanya jatuh di laut. Yang akhirnya lahir Batara Kala. Setelah kejadian itu Dewi Uma diajak pulang. Di kayangan Batara Guru marah bukan kepalang karena marahnya Betari Uma disabda menjadi reseksi yang bengis dan disuruh kehutan Setra Gandamayit.
Mari kita melihat kembali pada kejadian yang lalu, pada saat Batara Guru akan memaksa Batari Uma. Maka Batari Uma mengutuk sikap Batara Guru seperti itu bagaikan raksasa. Maka jadilah Batara Guru mirip raksasa dengan mempunyai caling. Atas kejadian itu Batara Guru merasa masgul hatinya. Batari Durga dapat kembali ujut seperti sedia kala setelah diruat oleh satria bungsunya Pandawa yaitu raden Sadewa. Maka lakon itu disebut lakon Sudamala atau Durga ruwat.
Batari Durga di Setra Gandamayit memerintah para jin, iblis, banaspati, gandaruwo, engklek-engklek balung antandak dan sepadannya.
BATARA BRAMA
Tempat : Kayangan Deksina di dalam pedalangan sering disebut kayangan Argadahana.
Ayah : Batara Guru
Istri : Dewi Saraswati
Ibu : Batari Uma
Kesaktian : Dewa yang menguasai api.
Keterangan:
Batara Brama pernah memberikan pusaka Alugara dan Nanggala kepada raden Kakrasana pada saat ia bertapa di pertapaan Arsonya. Maka seolah-olah Hyang Brama adalah guru dari raden Kakrasana. maka kalau kita lihat bentuk wayang Prabu Baladewa, raden Kakrasana mirip dengan bentuk wayang Batara Brama. Batara Brama selalu atau sering mengikuti perjalanan Batara Guru ke Ngarcapada / Bumi menjelma menjadi raja seberang dengan nama misal prabu Dewa Pawaka atau yang lain.
Hal ini dapat digagalkan oleh Semar. Sehingga kehendaknya ingin memusnahkan Pandawa atau membuat onar dunia tidak berhasil. Juga dapat dilihat dalam lakon lahirnya Wisanggeni. Tujuan Batara Drama akan mengawinkan putrinya Dewi Dresanala dengan Dewa Srani serta menceraikan radaen Arjuna. Hal ini dapat digagalkan oleh Semar dan para Pandawa. Jadi kesimpulannya bahwa semua ulah dewa jika salah akan kalah oleh tindakan manusia yang benar.
BATARA INDRA
Tempat : Kayangan Jonggirisaloka
Kesaktian :
Batara Indra mempunyai kekuasaan memerintah para Dewa atas perintah Hyang Guru. Batara Indra mempunyai keahlian berperang dan banyak mempunyai panah sakti.
Anak :
- Dewi Tara
- Dewi Tari
- Dewi Gagar Mayang
- Batari Suprada dan masih banyak lagi yang berwujud bidadari.
Ayah : Batara Guru
Ibu : Batari Uma
Keterangan :
Batara Indra mempunyai kekuasaan atas para dewa dan para bidadari di sorga. Selain itu sering memberikan anugrah atau hadiah pada siapa saja yang gemar bertapa dan membantu ketentraman dunia serta permintaan titah yang sedang bertapa.
Sebagai contoh: Raden Arjuna mendapatkan panah Pasopati sebagai panah sakti akibat dari dia bertapa dan membantu atas ketentraman di kayangan, sehingga panah tersebut berguna di dalam perang besar Baratayuda.
BATARA ANTABOGA
Kayangan : kayangan Saptapratala atau Saptabumi
Anak : Dewi Nagagini.
Keterangan :
Batara Antaboga adalah dewa ular maka disebut juga ujud naga besar. Hyang Antaboga mempunyai putri cantik jelita yang diperistri raden Werkudara. Peristiwa ini terjadi pada saat Pandawa ditipu Kurawa diajak berkumpul dan pesta. Tiba-tiba tempat tersebut dibakar oleh para Kurawa dalam pedalangan dalam lakon Balesigalagala. Pandawa tidak mati karena ditolong oleh garangan putih yaitu kajadian dari Hyang Antaboga. Akhirnya Pandawa selamat Werkudara dikawinkan dengan dewi Nagagini mempunyai keturunan raden Hanantareja.
BATARA KAMAJAYA
Tempat : Kayangan Cokrokembang
Putra dari : Batara Ismaya (Semar)
Istri : Batari Ratih
Keterangan:
Dewa ini berparas elok serta selalu rukun bersama istrinya. Maka dari itu oleh orang jawa dijadikan kegemarannya (idam-idaman) sampai pada cita-citanya. Kalau orang mempunyai putra atau putri diharapkan berwajah elok dan cantik. Hal ini terbukti di dalam acara tujuh bulan bayi di kandungan diadakan upacara mitoni yang dilambangkan pada cengkir (kelapa muda) berlukiskan Batara Kamajaya dan Batari Ratih.
BATARA SURYA
Putra dari : Semar (Batara Ismaya)
Kekuasaan : Dewa Matahari
Keterangan :
Batara Surya adalah seorang dewa yang menguasai gerak Matahari. Serta dalam lakon lahirnya Karna Betara Surya adalah salah satu dewa yang menurunkan raden Suryaputra dengan ibunya dewi Kunti.
BATARA BAYU
Tempat tinggal : Kayangan Panglawung
Ayah : Batara Guru
Ibu : Dewi Uma
Istri : Dewi Sumi
Kesaktian :
Batara Bayu mempunyai kesaktian angin dan ia menjadi dewanya hewan, raksasa, dan manusia.
Yang tersebut golongan putera dewa Bayu adalah :
Batara Bayu
Hanuman
Wrekodara Wil Jajalpaweka
Liman setubanda
Sarpa Nagakuawara
Garudha Mahambira
Begawan Maenaka
Keterangan :
Batara Bayu pernah menjadi raja di Mayapada di negara Medanggora, bergelar prabu Bhima. Pada ceritera Pedalangan dalam lakon Bhima Bungkus di situ terlukis putera Pandu yang masih berada dalam keadaan terbungkus, sebelum sang bayi berwujud sebagai layaknya bayi biasa, Batara Bayu masuk kedalam bungkus sang bayi dan memberinya busana seorang kesatria.
BATARA WISNU
Tempat : Kayangan Utarasagara
Ayah : Batara Guru
Ibu : Batari Uma
Isteri : Dewi Pertiwi
BATARA KALA
Kayangan : kayangan Selamangumpeng
Ayah : Batara Guru
Istri : Batari Durga
Keterangan :
Batara Kala lahir dari Kama salah yang jatuh dilaut pada saat Batara Guru rekrasi dengan Batari Uma (lihat hal Batari Uma). Batara Kala dilahirkan dalam wujud api yang berkobar-kobar yang makin lama makin besar. Hal ini membuat gara-gara di Suralaya, sehingga para dewa diperintahkan oleh Batara Guru untuk mematikan api yang berkobar-kobar tetapi tidak mati, malah makin lama makin besar dan naik ke Suralaya menanyakan bapaknya.
Karena Hyang Guru kwatir kalau kayangan rusak maka Batara Guru mengakui kalau Kala adalah anaknya. Maka diberi nama Batara Kala dan Batara Kala minta makanan, maka Batara Guru memberi makanan tetapi ditentukan yaitu :
1. Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ontang-anting
2. Pandawa lima anak lima laki-laki semua atau anak lima putri semua.
3. Kedono kedini, anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.
Untuk menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu Batara Kresna. Maka Batara Kala selalu tidak berhasil memakan Pandawa.
BATARA YAMADIPATI
Putra dari : Semar (Betara Ismaya)
Tempat : Kayangan Argodulamilah
Keterangan :
Betara Yamadipati, dewa yang ditugasi mencabut nyawa dan menjaga neraka. Adapun wajah Yamadipati berbentuk manusia dan wajah raksasa yang mengerikan. Yamadipati juga terseret pada perbuatan tidak benar tetapi setelah direnungkan tidak baik, maka berbelok pada posisinya semula.*
JENENGE RATU LAN PANDHITA
1. Prabu Arjuna Sasrabahu ratu ing Maespati
2. Prabu Baladewa ratu ing Mandura
3. Prabu Basudewa ratu ing Mandura
4. Prabu Bomanarakasura ratu ing Trajutrisna
5. Prabu Drupada ratu ing Cempala
6. Prabu Dasarata ratu ing Ngayodya
7. Prabu dasamuka ratu ing Ngalengka
8. Prabu Drestarata ratu ing Ngastina
9. Prabu Kresna ratu ing Dwarawati
10.Prabu Karna ratu ing Ngawangga
11.Prabu Maswapati ratu ing Wiratha
12.Prabu Niwatakawaca ratu ing Iman Imantaka
13.Prabu Pandhu Dewanata ratu ing Ngastina
14.Prabu Puntadewa ratu ing Ngamarta
15.Prabu Ramawijaya ratu ing Pancawati
16.Prabu Salya ratu ing Mandraka
17.Prabu Sugriwa ratu ing Guwakiskendha
18.Prabu Suyudana ratu ing Ngastina
19.Begawan Abiyasa pratapane ing Saptaarga
20.Resi Bima pratapane ing Talkandha
21.Pandhita Duma pratapane ing Sokalima
22.Begawan Mintaraga pratapane ing Indrakila
23.Resi Palasara pratapane ing Ratawu
24.Resi Subali pratapane ing Guwakiskendha
JENENGAN SATRIYA LAN KASATRIYANE
1. Abimanyu : Satriyo ing Plengkawati
2. Anoman : Satriyo ing Kendhalisada
3. Arjuna : Satriyo ing Madukara
4. Aswatama : Satriyo ing Sokolima
5. Antarejo : Satriyo ing Jangkarbumi
6. Dresthajumeno : Satriyo ing Cempalarejo
7. Dursasana : Satriyo ing Banjarjungut
8. Gatutkaca : Satriyo ing Pringgodani
9. Jayadrata : Satriyo ing Banakeling
10. Kumbakarana : Satriyo ing Penglebur Gangsa
11. Lesmana Mandra : Satriyo Saroja Binangun
12. Nakula lan Sadewa: Satriyo ing Sawojajar
13. Samba : Satriyo ing Paranggaruda
14. Setiyaki : Satriyo ing Lesanpura
15. Sengkuni : Satriyo ing Plasajenar
16. Werkudara : Satriyo ing Jodhipati
SENJATA LAN AJI-AJI
1.Antareja :upas anta
2.Aswatama :senjata cundhamanik
3. Baladewa :senjata kunta, gada nanggala lan alugara
4. Dasamuka : senjata candrasa, pedhang sokayana aji-aji pancasona
5. Gathutkaca :caping basunandha, kotang antakusuma. Aji-aji narataka
6. Indrajit : senjata nagapasa lan wimohanastra
7. Janaka : panah pasopati, soratama, ardhadhedhali, keris pulanggeni, kalanadhah.aji-aji sepiangin
8.Jayadrata : gada rujakbeling
9. Karna : senjata kunta, keris kaladite, panah wijayandanu.aji-aji kalalupa
10. Kresna :senjata cakra. aji-aji wijayakusuma
11. Kumbakarna : aji-aji gedhongmenga, pelakgelak sakethi
12. Puntadewa : aji-aji kalimasada, songsong tunggulnaga
13. Ramawijaya : panah gunawijaya
14. Salya : aji-aji candhabirawa
15. Subali : aji-aji pancasona
16. Werkudara : gada rujakpolo, lukitasari, kuku pancanaka
http://karatonsurakarta.com/wayang.html
Senin, 24 Mei 2010
Drona
(Sanskerta: द्रोणाचार्य, Droṇāchārya) adalah guru para Korawa dan Pandawa. Ia merupakan ahli mengembangkan seni pertempuran, termasuk dewāstra. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama.
Kelahiran dan kehidupan awal
Drona dilahirkan dalam keluarga brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia merupakan putera dari pendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata dehra-dron, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan di dalam rahim, namun di luar tubuh manusia, yakni dalam Droon (tong atau guci).
Kisah kelahiran Drona diceritakan secara dramatis dalam Mahabharata.[1] Bharadwaja pergi bersama rombongannya menuju Gangga untuk melakukan penyucian diri. Di sana ia melihat bidadari yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai nafsu, menyebabkannya mengeluarkan air mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya air mani tersebut ditampung dalam sebuah pot yang disebut drona, dan dari cairan tersebut Drona lahir kemudian dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa pernah berada di dalam rahim.
Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, namun belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Kerajaan Panchala bernama Drupada. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja Panchala.
Drona menikahi Krepi, adik Krepa, guru di keraton Hastinapura. Krepi dan Drona memiliki putera bernama Aswatama.
Belajar kepada Parasurama
Mengetahui bahwa Parasurama mau memberi pengetahuan yang dimilikinya kepada para brahmana, Drona mendatanginya. Sayangnya pada saat Drona datang, Parasurama telah memberikan segala miliknya kepada brahmana yang lain. Karena tersentuh oleh kesanggupan hati Drona, Parasurama memutuskan untuk memberikan pengetahuannya tentang ilmu peperangan kepada Drona
Drona dan Drupada
Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada janji yang diberikan oleh Drupada, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi, karena mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai temannya) dan menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah.
Dalam Mahabarata, Drupada memberi penjelasan yang panjang dan sombong kepada Drona tentang masalah kenapa ia tidak mau mengakui Drona. Drupada berkata, "Persahabatan, adalah mungkin jika hanya terjadi antara dua orang dengan taraf hidup yang sama". Dia berkata bahwa sebagai anak-anak, adalah hal yang mungkin bagi dirinya untuk berteman dengan Drona, karena pada masa itu mereka sama. Tetapi sekarang Drupada menjadi raja, sementara Drona berada dalam kemiskinan. Dalam keadaan seperti ini, persahabatan adalah hal yang mustahil. Tetapi ia berkata bahwa ia akan memuaskan hati Drona apabila Drona mau meminta sedekah selayaknya para brahmana daripada mengaku sebagai seorang teman. Drupada menasihati Drona supaya tidak memikirkan masalah itu lagi dan ingin ia hidup menurut jalannya sendiri. Drona pergi membisu, namun di dalam hatinya ia bersumpah akan membalas dendam.
Legenda Dronacharya
Legenda tentang Drona sebagai guru besar dan kesatria tak terbatas pada mitologi Hindu saja, namun dengan kuatnya mempengaruhi tradisi sosial India. Drona memberi inspirasi perdebatan tentang moral dan dharma dalam wiracarita Mahabharata.
Bola dan cincin
Drona pergi ke Hastinapura dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra. Pada suatu hari, ia melihat banyak anak muda, yaitu para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara mengambilnya kembali.
Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali.
Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.
Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona mendirikan sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah bimbingannya.
Diskriminasi kasta
Ekalawya adalah seorang pangeran muda dari suku Nishadha, yang datang mencari Drona karena minta diajari. Drona tidak mau menerimanya karena ia tidak berasal dari golongan Warna (kasta) kesatria. Ekalawya tidak terkejut, kemudian memasuki hutan, dan ia mulai belajar dan berlatih sendirian, dengan sebuah patung tanah liat menyerupai Drona dan ia sembah. Dengan menyendiri, Ekalawya menjadi kesatria dengan kehebatan yang luar biasa, setara dengan Arjuna. Pada suatu hari, seekor anjing menggonggong saat ia serius melakukan latihan, dan tanpa melihat, sang kesatria menembakkan panah lalu menancap di mulut anjing tersebut. Para Pandawa melihat anjing itu lari, dan heran karena ada yang mampu melakukan perbuatan tersebut. Mereka melihat Ekalawya, yang mengaku bahwa ia adalah murid Drona. Drona kaget karena merasa tidak memiliki murid seperti Ekalawya. Kemudian Ekalawya menjelaskan bahwa setiap hari ia belajar dengan patung yang menyerupai Drona yang ia anggap sebagai guru. Karena merasa prestasi Arjuna akan tersaingi, Drona meminta agar Ekalawya mempersembahkan daksina kepada sang guru sebagai tanda bahwa pelajarannya telah sempurna. daksina yang diminta Drona adalah ibu jari Ekalawya. Ekalawya pun memotong jarinya sendiri sehingga ia tidak bisa lagi menggunakan senjata panah.
Karna yang ingin belajar di bawah bimbingan Drona juga ditolak dengan alasan bahwa Karna tidak berasal dari kasta kesatria. Karena merasa terhina, Karna belajar kepada Parasurama dengan menyamar sebagai brahmana.
Pembalasan terhadap Drupada
Saat para Korawa dan Pandawa menyelesaikan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala dalam keadaan hidup-hidup. Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura untuk menggempur Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa angkatan perang. Arjuna menangkap Drupada dan membawanya ke hadapan Drona. Drona mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan upacara untuk memohon anugerah seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna, pembunuh Drona dalam Bharatayuddha, dan Dropadi, yang menikahi Arjuna dan para Pandawa.
Pertempuran di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra berkecamuk, Drona menjadi komandan pasukan Korawa. Ia merencanakan cara yang curang untuk membunuh Abimanyu pada pertempuran di hari ketiga belas.
Kematian Drona
Sebelum perang, Bagawan Drona pernah berkata, "Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya". Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna memerintahkan Bhima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, "Aswatama mati". Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata, "naro va, kunjaro va" — "entah gajah atau manusia"). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha.
Drona dalam pewayangan Jawa
Riwayat hidup Drona dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sanskerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama. Perlu digarisbawahi juga, bahwa kepribadian Drona dalam Mahabharata berbeda dengan versi pewayangan.
Kepribadian
Resi Drona berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi kecakapan, kecerdikan, kepandaian dan kesaktiannnya luar baisa serta sangat mahir dalam berperang. Karena kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan, Drona dipercaya menjadi guru anak-anak Pandawa dan Kurawa. Ia mempunyai pusaka sakti berwujud keris bernama Keris Cundamanik dan panah Sangkali (diberikan kepada Arjuna).
Riwayat
Bhagawan Drona atau Dorna (dibaca Durna) waktu mudanya bernama Bambang Kumbayana, putera Resi Baratmadya dari Hargajembangan dengan Dewi Kumbini. Ia mempunyai saudara seayah seibu bernama Arya Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Ia adalah guru dari para Korawa dan Pandawa. Murid kesayangannya adalah Arjuna. Resi Drona menikah dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji, raja negara Tempuru, dan memperoleh seorang putra bernama Bambang Aswatama. Ia berhasil mendirikan padepokan Sokalima setelah berhasil merebut hampir setengah wilayah negara Pancala dari kekuasaan Prabu Drupada.
Dalam perjalanannya mencari Sucitra, ia tidak dapat menyeberang sungai dan ditolong oleh seekor kuda terbang jelmaan Dewi Wilutama, yang dikutuk oleh dewa. Kutukan itu akan berakhir bila ada seorang satria mencintainya dengan tulus. Karena pertolongannya, maka sang Kumbayana menepati janjinya untuk mencintai kuda betina itu. Namun karena terbawa nafsu, Kumbayana bersetubuh dengan kuda Wilutama hingga mengandung, dan kelak melahirkan seorang putra berwajah tampan tetapi mempunyai kaki seperti kuda (bersepatu kuda), yang kemudian diberi nama Bambang Aswatama.
Setelah bertemu Sucitra yang telah menjadi raja dan bergelar Prabu Drupada, ia tidak diakui sebagai saudara seperguruannya. Kumbayana marah merasa dihina, kemudian balik menghina Raja Drupada. Namun Mahapatih Gandamana (dulu adalah Patih di Hastinapura, saat pemerintahan Pandu) menjadi murka sehingga terjadi peperangan yang tidak seimbang. Meskipun Kumbayana sangat sakti ternyata kesaktiannya masih jauh di bawah Gandamana yang memiliki Aji Bandung Bondowoso (ajian ini diturunkan pada murid tercintanya, Raden Bratasena) yang memiliki kekuatan setara dengan seribu gajah.
Kumbayana menjadi bulan-bulanan sehingga wajahnya rusak. Namun dia tidak mati dan ditolong oleh Sangkuni yang bernasib sama (baca sempalan Mahabharata yang berjudul Gandamana Luweng). Akhirnya ia diterima di Hastinapura dan dipercaya mendidik anak-anak keturunan Bharata (Pandawa dan Korawa).
Drona dalam Bharatayuddha
Dalam perang Bharatayuddha, Resi Drona diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa, setelah gugurnya Bisma. Ia sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat menentukan formasi perang. Resi Drona gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestadyumena, putera Prabu Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Drona akibat dendam Prabu Ekalaya, raja negara Parangggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh Drestadyumena. Akan tetapi sebenarnya kejadian itu disebabkan oleh taktik perang yang dilancarkan oleh pihak Pandawa dengan tipu muslihat karena kerepotan menghadapi kesaktian dan kedigjayaan sang Resi.
Pelajaran yang dapat diambil dari sini adalah bagaimanapun saktinya sang resi, beliau sangat sayang terhadap keluarganya sehingga termakan tipuan dalam peperangan yang mengakibatkan kematiannya.
Kelahiran dan kehidupan awal
Drona dilahirkan dalam keluarga brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia merupakan putera dari pendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata dehra-dron, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan di dalam rahim, namun di luar tubuh manusia, yakni dalam Droon (tong atau guci).
Kisah kelahiran Drona diceritakan secara dramatis dalam Mahabharata.[1] Bharadwaja pergi bersama rombongannya menuju Gangga untuk melakukan penyucian diri. Di sana ia melihat bidadari yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai nafsu, menyebabkannya mengeluarkan air mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya air mani tersebut ditampung dalam sebuah pot yang disebut drona, dan dari cairan tersebut Drona lahir kemudian dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa pernah berada di dalam rahim.
Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, namun belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Kerajaan Panchala bernama Drupada. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja Panchala.
Drona menikahi Krepi, adik Krepa, guru di keraton Hastinapura. Krepi dan Drona memiliki putera bernama Aswatama.
Belajar kepada Parasurama
Mengetahui bahwa Parasurama mau memberi pengetahuan yang dimilikinya kepada para brahmana, Drona mendatanginya. Sayangnya pada saat Drona datang, Parasurama telah memberikan segala miliknya kepada brahmana yang lain. Karena tersentuh oleh kesanggupan hati Drona, Parasurama memutuskan untuk memberikan pengetahuannya tentang ilmu peperangan kepada Drona
Drona dan Drupada
Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada janji yang diberikan oleh Drupada, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi, karena mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai temannya) dan menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah.
Dalam Mahabarata, Drupada memberi penjelasan yang panjang dan sombong kepada Drona tentang masalah kenapa ia tidak mau mengakui Drona. Drupada berkata, "Persahabatan, adalah mungkin jika hanya terjadi antara dua orang dengan taraf hidup yang sama". Dia berkata bahwa sebagai anak-anak, adalah hal yang mungkin bagi dirinya untuk berteman dengan Drona, karena pada masa itu mereka sama. Tetapi sekarang Drupada menjadi raja, sementara Drona berada dalam kemiskinan. Dalam keadaan seperti ini, persahabatan adalah hal yang mustahil. Tetapi ia berkata bahwa ia akan memuaskan hati Drona apabila Drona mau meminta sedekah selayaknya para brahmana daripada mengaku sebagai seorang teman. Drupada menasihati Drona supaya tidak memikirkan masalah itu lagi dan ingin ia hidup menurut jalannya sendiri. Drona pergi membisu, namun di dalam hatinya ia bersumpah akan membalas dendam.
Legenda Dronacharya
Legenda tentang Drona sebagai guru besar dan kesatria tak terbatas pada mitologi Hindu saja, namun dengan kuatnya mempengaruhi tradisi sosial India. Drona memberi inspirasi perdebatan tentang moral dan dharma dalam wiracarita Mahabharata.
Bola dan cincin
Drona pergi ke Hastinapura dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra. Pada suatu hari, ia melihat banyak anak muda, yaitu para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara mengambilnya kembali.
Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali.
Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.
Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona mendirikan sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah bimbingannya.
Diskriminasi kasta
Ekalawya adalah seorang pangeran muda dari suku Nishadha, yang datang mencari Drona karena minta diajari. Drona tidak mau menerimanya karena ia tidak berasal dari golongan Warna (kasta) kesatria. Ekalawya tidak terkejut, kemudian memasuki hutan, dan ia mulai belajar dan berlatih sendirian, dengan sebuah patung tanah liat menyerupai Drona dan ia sembah. Dengan menyendiri, Ekalawya menjadi kesatria dengan kehebatan yang luar biasa, setara dengan Arjuna. Pada suatu hari, seekor anjing menggonggong saat ia serius melakukan latihan, dan tanpa melihat, sang kesatria menembakkan panah lalu menancap di mulut anjing tersebut. Para Pandawa melihat anjing itu lari, dan heran karena ada yang mampu melakukan perbuatan tersebut. Mereka melihat Ekalawya, yang mengaku bahwa ia adalah murid Drona. Drona kaget karena merasa tidak memiliki murid seperti Ekalawya. Kemudian Ekalawya menjelaskan bahwa setiap hari ia belajar dengan patung yang menyerupai Drona yang ia anggap sebagai guru. Karena merasa prestasi Arjuna akan tersaingi, Drona meminta agar Ekalawya mempersembahkan daksina kepada sang guru sebagai tanda bahwa pelajarannya telah sempurna. daksina yang diminta Drona adalah ibu jari Ekalawya. Ekalawya pun memotong jarinya sendiri sehingga ia tidak bisa lagi menggunakan senjata panah.
Karna yang ingin belajar di bawah bimbingan Drona juga ditolak dengan alasan bahwa Karna tidak berasal dari kasta kesatria. Karena merasa terhina, Karna belajar kepada Parasurama dengan menyamar sebagai brahmana.
Pembalasan terhadap Drupada
Saat para Korawa dan Pandawa menyelesaikan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala dalam keadaan hidup-hidup. Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura untuk menggempur Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa angkatan perang. Arjuna menangkap Drupada dan membawanya ke hadapan Drona. Drona mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan upacara untuk memohon anugerah seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna, pembunuh Drona dalam Bharatayuddha, dan Dropadi, yang menikahi Arjuna dan para Pandawa.
Pertempuran di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra berkecamuk, Drona menjadi komandan pasukan Korawa. Ia merencanakan cara yang curang untuk membunuh Abimanyu pada pertempuran di hari ketiga belas.
Kematian Drona
Sebelum perang, Bagawan Drona pernah berkata, "Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya". Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna memerintahkan Bhima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, "Aswatama mati". Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata, "naro va, kunjaro va" — "entah gajah atau manusia"). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha.
Drona dalam pewayangan Jawa
Riwayat hidup Drona dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sanskerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama. Perlu digarisbawahi juga, bahwa kepribadian Drona dalam Mahabharata berbeda dengan versi pewayangan.
Kepribadian
Resi Drona berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi kecakapan, kecerdikan, kepandaian dan kesaktiannnya luar baisa serta sangat mahir dalam berperang. Karena kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan, Drona dipercaya menjadi guru anak-anak Pandawa dan Kurawa. Ia mempunyai pusaka sakti berwujud keris bernama Keris Cundamanik dan panah Sangkali (diberikan kepada Arjuna).
Riwayat
Bhagawan Drona atau Dorna (dibaca Durna) waktu mudanya bernama Bambang Kumbayana, putera Resi Baratmadya dari Hargajembangan dengan Dewi Kumbini. Ia mempunyai saudara seayah seibu bernama Arya Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Ia adalah guru dari para Korawa dan Pandawa. Murid kesayangannya adalah Arjuna. Resi Drona menikah dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji, raja negara Tempuru, dan memperoleh seorang putra bernama Bambang Aswatama. Ia berhasil mendirikan padepokan Sokalima setelah berhasil merebut hampir setengah wilayah negara Pancala dari kekuasaan Prabu Drupada.
Dalam perjalanannya mencari Sucitra, ia tidak dapat menyeberang sungai dan ditolong oleh seekor kuda terbang jelmaan Dewi Wilutama, yang dikutuk oleh dewa. Kutukan itu akan berakhir bila ada seorang satria mencintainya dengan tulus. Karena pertolongannya, maka sang Kumbayana menepati janjinya untuk mencintai kuda betina itu. Namun karena terbawa nafsu, Kumbayana bersetubuh dengan kuda Wilutama hingga mengandung, dan kelak melahirkan seorang putra berwajah tampan tetapi mempunyai kaki seperti kuda (bersepatu kuda), yang kemudian diberi nama Bambang Aswatama.
Setelah bertemu Sucitra yang telah menjadi raja dan bergelar Prabu Drupada, ia tidak diakui sebagai saudara seperguruannya. Kumbayana marah merasa dihina, kemudian balik menghina Raja Drupada. Namun Mahapatih Gandamana (dulu adalah Patih di Hastinapura, saat pemerintahan Pandu) menjadi murka sehingga terjadi peperangan yang tidak seimbang. Meskipun Kumbayana sangat sakti ternyata kesaktiannya masih jauh di bawah Gandamana yang memiliki Aji Bandung Bondowoso (ajian ini diturunkan pada murid tercintanya, Raden Bratasena) yang memiliki kekuatan setara dengan seribu gajah.
Kumbayana menjadi bulan-bulanan sehingga wajahnya rusak. Namun dia tidak mati dan ditolong oleh Sangkuni yang bernasib sama (baca sempalan Mahabharata yang berjudul Gandamana Luweng). Akhirnya ia diterima di Hastinapura dan dipercaya mendidik anak-anak keturunan Bharata (Pandawa dan Korawa).
Drona dalam Bharatayuddha
Dalam perang Bharatayuddha, Resi Drona diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa, setelah gugurnya Bisma. Ia sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat menentukan formasi perang. Resi Drona gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestadyumena, putera Prabu Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Drona akibat dendam Prabu Ekalaya, raja negara Parangggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh Drestadyumena. Akan tetapi sebenarnya kejadian itu disebabkan oleh taktik perang yang dilancarkan oleh pihak Pandawa dengan tipu muslihat karena kerepotan menghadapi kesaktian dan kedigjayaan sang Resi.
Pelajaran yang dapat diambil dari sini adalah bagaimanapun saktinya sang resi, beliau sangat sayang terhadap keluarganya sehingga termakan tipuan dalam peperangan yang mengakibatkan kematiannya.
Langganan:
Postingan (Atom)